Minggu, 15 Maret 2020

Arung Tarung: bertarung menaklukkan diri

 

Hari sabtu sore tanggal 14 Maret 2020 saya menyempatkan diri untuk datang di acara sarasehan pameran seni rupa yang digelar oleh kawan-kawan diklat 27 Sanggar Minat (lebih populer disebut samin) Universitas Negeri Malang di gedung Dewan Kesenian Malang. Pameran itu sendiri sebetulnya telah dibuka pada hari Jum’at malam tanggal 13 Maret 2020, sayangnya saya tidak bisa hadir di pembukaan tersebut.
Pembicara utama dalam sarasehan tersebut ialah mas Isa Ansori, pelukis dari kota Batu yang juga merupakan senior samin dan sosok yang sangat antusias memotivasi khususnya perupa-perupa muda di wilayah Batu-Malang dalam berkarya seni rupa khususnya seni lukis. Saya masih teringat saat digelarnya pameran "Persona Maximo" di Art Lab "Light Space" (studio lukis pribadi dan semacam laboratorium seni milik mas Isa Ansori) yang beralamatkan di Jl. Lahor No. 99 Pesanggrahan - kota Batu. Dalam proses kreatifnya para perupa muda (yang juga anggota samin) melakukan semacam riset ataupun dialog mengulas karya dengan sang pemilik studio dan beberapa seniman yang lain demi memaksimalkan potensi diri mereka dan tentunya dengan hasil akhir karya yang luar biasa. Ruang dialog yang demikian terbukti efektif dan tidak menjemukan, karena seluruh perupa tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang sifatnya teoritis namun juga praktis.
Sore ini atmosfer di dalam salah satu ruang pameran juga terasa sangat hangat, bukan saja karena penuh sesak dengan para peserta pameran dan tamu undangan, namun topik pembicaraan tentang proses maupun karya peserta pameran diulas satu persatu di dalam ruang ini. Sarasehan ini tentu saja adalah semacam dialog dan evaluasi diri peserta pemeran agar ke depan lebih termotivasi dan mampu menghasilkan karya yang maksimal. 
Arung tarung dimaknai sebagai proses menempa diri, sebagaimana dalam kakawin Arjunawiwaha (abad ke-11) di mana Arjuna rela melakukan tapa brata mengasingkan diri di gunung Indrakila demi mendapatkan salah satu pusaka sakti dari dewa Siwa yaitu panah Pasopati. Tentu saja berbagai godaan harus ia arungi. Para dewa yang mengetahui lelaku Arjuna mengirim bidadari yang sangat cantik jelita dan pandai merayu yaitu Supraba dan Tilotama, namun Arjuna dengan kegigihannya mampu menahan semua godaan tersebut. Setelah utusan dewa gagal mengoyahkan pertahanan Arjuna akhirnya mereka kembali dan melaporkannya ke dewa Indra. Ketabahan Arjuna dalam bertapa terdengar oleh kaum raksasa yang tinggal di gunung tersebut, dan akhirnya seorang raksasa bernama Muka yang menjelma menjadi seekor babi hutan diutus untuk memporakporandakan tempat Arjuna bertapa. Arjuna mengakhiri tapanya dan menyadari ada marabahaya dari babi hutan itu maka Arjuna segera mengambil busur panah dan memanah babi hutan tersebut. Arjuna memang seorang ahli memanah yang handal, sehingga sekali panah babi hutan itu langsung mati. Saat mendatangi babi hutan tersebut, Arjuna sangat kaget karena ternyata ada dua anak panah yang menancap di tubuh babi hutan itu. Ternyata anak panah itu berasal dari Siwa yang menyamar menjadi seorang pemburu. Lalu terjadilah pertengkaran untuk memperebutkan siapa yang pertama kali anak panahnya menancap di tubuh babi itu, hingga mereka harus bertarung. Dan saat Arjuna memegang kaki pemburu dan mau membantingnya tiba-tiba pemburu itu berubah ke wujud aslinya yaitu dewa Siwa. Mengetahui bahwa pemburu itu ialah dewa Siwa yang menyamar, maka Arjuna segera memujanya dan kemudian dewa Siwa menghadiahi Arjuna dengan panah Pasopati yang sakti mandraguna. Ujian Arjuna ternyata tidak cukup sampai di sini, selanjutnya ia ditugasi oleh dewa Indra untuk membunuh prabu Niwatakawaca. Prabu Niwatakawaca ini diketahui ingin mempersunting salah satu bidadari yaitu Supraba. Niatan prabu Niwatakawaca tidak disetujui dewa Indra karena dianggap menyalahi kodrat, namun prabu Niwatakawaca adalah seorang raja yang sakti mandraguna bahkan para dewa tak sanggup membunuhnya oleh karena itu Arjuna dianggap manusia yang tepat untuk membunuh prabu tersebut. Singkat kata, Arjuna mampu membunuh prabu Niwatakawaca dengan panah Pasopatinya yang tepat mengenai lidah prabu Niwatakawaca. Lidah prabu Niwatakawaca diketahui merupakan titik lemah yang jika terkena panah Pasopati maka ia akan meninggal dunia. meninggalnya prabu Niwatakawaca membawa kabar gembira di kahyangan terutama dewa Indra, dan karena keberhasilannya maka Arjuna mendapat hadiah yang luar biasa dari para dewa. Jika kita hubungkan cerita tersebut, maka arung tarung adalah proses menempa diri untuk menguatkan segala aspek yang berkaitan dengan proses kreatif setiap diri perupa dengan output yaitu hasil karya yang maksimal, baik dari sisi ide maupun teknik.
Berikut karya-karya yang dipamerkan kawan-kawan diklat 27 samin:







































Tidak ada komentar:

Posting Komentar