KEPAHLAWANAN TRUNOJOYO


KEPAHLAWANAN TRUNOJOYO


1. BENIH PERJUANGAN
Sejak wafatnya Sultan Agung, kekuasaan kerajaan Mataram cepat menurun. Mataram yang pernah dua  kali (Pada tahun 1628, Sultan Agung mengirimkan tentara ke Batavia untuk mengusir Belanda, di bawah pimpinan Bahurekso. Serangan ini gagal karena kelaparan dan nyamuk malaria. Tahun 1629, Sultan Agung mengirim ekspedisi yang kedua. Ekspedisi ini sebetulnya hampir berhasil. Benteng Batavia sudah hampir jatuh, tetapi tiba-tiba datang perintah dari Mataram agar serangan dihentikan) mengirim bala tentaranya ke Batavia (Batavia adalah nama kota Jakarta setelah kota itu jatuh ke tangan Belanda tahun 1619. Sebelumnya nama kota tersebut adalah Sunda Kelapa. Sunda Kelapa diganti nama menjadi Jayakarta (Jakarta) oleh Fatahillah (1527) waktu ia berhasil merebut Jayakarta dari kekuasaan Pajajaran dan menghancurkan armada Portugis) sekarang tunduk kepada Belanda. Mataram tadinya mempunyai angkatan laut yang kuat, menguasai  seluruh Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera Selatan dan Madu Sekarang sudah kehilangan lebih dua pertiga daerah kekuasaannya.

Sultan Agung diganti oleh putranya Pangeran Aryo Prabu Adi Mataram dengan gelar Amangkurat. Amangkurat tidak mewarisi kebesaran dan keberanian ayahnya. Segera setelah naik tahta ia membuat perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian itu ditentukan, bahwa kapal-kapal Jawa tidak bebas lagi berdagang. Setiap kapal harus mendapat ijin dari Belanda. Akibat perjanjian itu perdagangan Mataram sudah mati. Kehidupan semakin susah. Mataram yang tadinya mempunyai armada laut yang disegani, sekarang hanya negeri pertanian. Belanda memang memerlukan beras dari Mataram. Beras petani dibeli oleh Belanda dengan harga sangat murah yang ditetapkan oleh Belanda sendiri. Maka tidak heran kalau saat itu rakyat yang menderita itu berharap-harap lahirnya seorang pemimpin. Pemimpin yang gagah berani. Pemimpin yang tak gentar menghadapi Belanda dan memperjuangkan nasib mereka. Setelah sebelas tahun lamanya menunggu, pemimpin yang ditunggu itu pun muncullah! Namanya Trunojoyo!.
Trunojoyo seorang Pangeran Madura. Konon ia masih keturunan raja-raja Majapahit. Ia pernah menjelaskan asal-usulnya, bahwa ia adalah turunan kesebelas dari raja Majapahit, Brawijaya. Waktu Sultan Agung menaklukkan Madura, ia membawa seorang anak raja yang memerintah Madura. Anak itu bernama Prasena. Prasena kemudian menjadi anak kesayangan Sultan. Tatkala anak itu sudah besar ia dikawinkan dengan puteri Mataram. Kemudian Prasena dianugerahi gelar Cakraningrat. Dialah kakek Trunojoyo.
Pangeran Cakraningrat mempunyai dua orang putera, yaitu Raden Demang Melayukusuma dan Raden Undagan. Raden Demang itulah ayah Trunojoyo. Raden Demang adalah anak tertua. Akan tetapi Sunan Amangkurat I yang menggantikan Sultan Agung rupanya kurang senang kepada Raden Demang. Raden Undaganlah yang diangkatnya menjadi Pangeran Cakraningrat II.
Pangeran Cakraningrat II diangkat menjadi bupati Madura von tunduk kepada Mataram. Ayah Trunojoyo itu kemudian bahkan dihukum mati oleh Amangkurat, tanpa sebab yang jelas. Sampai umur belasan tahun Trunojoyo dibesarkan di lingkungan keraton Mataram. Ia mendengar dan melihat sendiri Amangkurat sangat dipengaruhi oleh Belanda. Selain itu Belanda seringkali mengadakan taktik adu domba. Amangkurat sering curiga kepada orang-orang yang sebenarnya setia dan jujur kepadanya. Orang yang setia sering difitnah berkhianat. Akhirnya orang itu dihukum mati. Tidak heran, kalau keluarga keraton banyak yang menjauhkan diri dari Amangkurat. Raden Demang, ayah Trunojoyo, adalah salah seorang korban hukuman mati dengan sebab yang tidak begitu jelas.
Semua yang dilihat dan didengar Trunojoyo itu sangat berbekas dalam sanubarinya. Maka ketika ia beranjak dewasa, ia pun pulang ke Madura. Dari tahun ke tahun Trunojoyo semakin sadar apa yang terjadi dengan bangsanya. Ia semakin membenci Belanda. Karena pengaruh Belandalah maka Amangkurat berbuat sewenang-wenang. Karena Belandalah maka ayahnya dihukum mati. Semangat perlawanan terus tumbuh di hatinya. Tekadnya pun semakin bulat, suatu waktu ia akan memimpin perjuangan mengusir Belanda.
Dalam pada itu rakyat Madura semakin tidak senang terhadap Cakraningrat II. Sebab, sekalipun ia bupati Madura, ia lebih banyak bermukim di Mataram. Ia tidak mengurus rakyat Madura. Ia tidak tahu apa yang diderita oleh rakyat yang diperintahnya. Trunojoyo berlaku sebaliknya. Sekalipun ia tidak mempunyai pangkat apa-apa, ia sangat memperhatikan rakyatnya. Karena Trunojoyo dari keluarga raja yang memerintah secara turuntemurun di Madura, maka rakyat menganggap dia sebagai rajanya.
Diam-diam Trunojoyo mulai menyusun kekuatan. Ia mulai menjalankan pemerintah, tanpa diangkat oleh Raja Mataram. Pangeran Cakraningrat II, yang mabuk kesenangan hidup di Mataram, tidak perduli. Selain itu Trunojoyo juga mengadakan hubungan dengan bajak-bajak laut Makassar yang waktu itu banyak berkeliaran di lautan. Bajak-bajak laut itu adalah sisa-sisa armada laut Makassar yang tidak mau tunduk kepada Belanda. Mereka menjadi momok laut yang sangat ditakuti Belanda. Kapalkapal Belanda banyak yang dirampok atau ditenggelamkan.
Tatkala Makassar jatuh, dan Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya (Perjanjian Bongaya, ditandatangani tahun 1667 di desa Bongaya antara Sultan Hasanuddin dengan Laksamana Speelman yang mewakili Kompeni. Perjanjian itu menetapkan, bahwa Makassar melepaskan kekuasaannya atas daerah Bugis, Sumbawa dll. Kapal-kapal dagang Makassar hanya boleh berlayar jika ada ijin dari Kompeni), Sultan itu memerintahkan laksamananya agar perjuangan laut diteruskan. Dua orang laksamana Makassar yang sangat terkenal ialah Kraeng Bontomarannu dan Kraeng Galesung. Makassar tertutup untuk orang asing, kecuali Belanda. Kompeni memonopoli hak untuk memasukkan barang-barang ke Makassar.

2. DUA ORANG PANGLIMA LAUT MAKASSAR
Pada suatu hari merapatlah puluhan kapal Makassar di pantai Madura di kabupaten Arisbaya. Dua orang panglima laut kerajaan Makassar (Kerajaan Makassar atau Mengkassar sebenarnya terdiri dari dua kerajaan yaitu Kerajaan Goa dan Tello. Akan tetapi karena hubungan kedua kerajaan itu sangat erat, maka kedua kerajaan itu sering disebut Kerajaan Makassar saja. Adapun Makassar adalah ibu kota kerajaan Goa. Makassar tumbuh menjadi kerajaan besar. Para pedagangnya adalah pelaut yang gagah berani. Armada dagangnya menjelajahi Maluku, Sumatera, Jawa, Malaka dan Philippina Karena itu Belanda tidak senang) turun diiringkan ratusan pengawal. Keduanya mengenakan pakaian kebesaran Laksamana Kerajaan Goa. Mereka disambut meriah oleh Trunojoyo dan ribuan rakyat.
"Selamat datang di Madura pahlawan-pahlawan!” seru Trunojoyo, menyambut tamunya.
"Semoga Tuhan selalu melindungi anda, Pangeran!” sahut yang tertua, Kraeng Bontomarannu namanya. Trunojoyo dan Kraeng Bontomarannu lalu berpelukan.
"Perkenalkan, inilah Raja Bajak Laut yang ditakuti Belanda itu!” kata Kraeng Bonto memperkenalkan temannya, Kraeng Galesung!
"Saya senang sekali bertemu dengan anda!” kata Trunojoyo menyalami, kemudian memeluk Kraeng Galesung.
"Terimakasih! Semoga Tuhan selalu bersama anda! Kami pun sangat berbahagia sekali atas sambutan anda!” sahut Kraeng Galesung.
"Kita ini satu Tuan-Tuan. Makassar, Jawa, Madura sama saja. Musuh kita bersama ialah Belanda. Mereka kemari ingin menjajah. Ingin menguras kekayaan negeri kita. Mereka ingin memperbudak kita. Mereka itu sangat serakah dan licik. Belanda mengadu domba kita. Bahkan ayah dan anak, seperti Sultan Agung dengan puteranya Sultan Haji di Banten!”
Trunojoyo menjamu tamu agungnya itu di istananya yang terletak di Maduretno. Karena itulah ia digelari oleh rakyat sekitarnya Prabu Maduretno. Selesai perjamuan, Trunojoyo lalu merundingkan bagaimana siasat perang melawan Belanda.
"Belanda itu sebenarnya pengecut. Tetapi mereka pintar mengadu domba. Tuan Pangeran, yang kami hadapi di Makassar bukan Belanda. Tetapi tentara Bugis, Maluku, Jawa dan Bali! Cih! Sungguh menjijikkan. Satu-satunya cara untuk menghadap mereka ialah, kekerasan dan persatuan di antara sesama kita! kata Kraeng Bonto geram sekali.
"Beberapa bulan lagi pun kita akan menghadapi hal yang sama. Yang kita hadapi bukan terutama orang Belanda tetap tentara Jawa. Mungkin juga Bugis dan Makassar itu! Amangkurat sudah demikian jauh diperkuda Belanda. Padahal ayahnya, Sultan Agung, adalah pejuang besar yang dapat memaksa Belanda bersujud di telapak kakinya!” kata Trunojoyo menjelaskan keadaan yang mungkin mereka hadapi.
"Tuan Pangeran, kalau perang yang kita rencanakan ini sudah berkobar, saya ingin bertemu dengan tentara Bugis dan Ambon itu. Saya ingin robek-robek perut si pengkhianat Kapitan Jonker dan Aru Palaka itu! Juga dengan Speelman pengecut itu!" seru Kraeng Galesung setengah berteriak.
Kraeng Galesung memang menaruh dendam luar biasa kepada nama-nama yang disebutnya itu. Karena mereka telah membakar habis kampungnya, membunuh hampir semua penduduknya.
"Yang pasti Belanda tidak pernah dapat menghargai janjinya. Juga tidak menghargai keksatriaan musuhnya. Karena itu kalau kita berperang dengan Belanda, hancurkanlah sampai sehancurhancurnya. Jangan mau berunding. Bagi Belanda berunding itu sama dengan menipu. Biasanya kalau kedudukan mereka terjepit, lawannya yang datang berunding lalu ditangkap atau dibunuhnya langsung di tempat!” kata Kraeng Bonto getir sekali.

Kraeng Bonto lalu menceriterakan, kalau seandainya dia tidak ditipu Speelman, mungkin Makassar tidak akan jatuh.
Waktu itu Buton berontak kepada Makassar karena hasutan Belanda. Laksamana Kraeng Bonto diperintahkan untuk memadamkan pemberontakan itu. Speelman, seorang taksamana kerajaan Belanda dan anggota Dewan Hindia mengirim utusan kepadanya. Speelman mengajak Kraeng Bonto berunding tentang perdagangan dalam kedudukan sama derajat. Speelman berpesan bahwa ia terpaksa mengajak Kraeng Bonto berunding, karena Sultan Hasanuddin (Sultan Hasanuddin seorang panglima perang yang gagah berani. Belanda menjulukinya Ayam Jago Dari Timur. Berkali-kali Belanda menggempur Makassar, tetapi selalu gagal. Setiap perundingan selalu ditolak Sultan Hasanuddin) menolak setiap perundingan.
Kraeng Bonto menerima tawaran itu. Ia dan Speelman bertemu di pantai Buton. Laksamana Speelman mengatakan, adalah kurang terhormat melakukan perundingan di pantai. Laksamana Belanda itu lalu mengusulkan agar perundingan dilakukan di atas kapalnya. Kraeng Bonto mengira, Speelman yang berpan laksamana itu tentulah seorang yang berjiwa ksatria. Akan tete ternyata seorang yang pengecut yang berhati busuk.
Di atas kapalnya, Speelman ternyata bukan melakukan perundingan tetapi menawan Kraeng Bonto. Speelman menyodor. kan pengakuan Kraeng Bonto kepada Belanda. Panglima Angkatan Laut Kerajaan Makassar itu dipaksa menandatangani pengakuan, tunduk kepada Belanda. Laksamana Kraeng Bonto juga dipaksa menandatangani surat perintah agar 60 buah kapal Makassar datang ke Buton. Semua kapal-kapal dagang Makassar agar menyerahkan barang-barang di kapal kepada Belanda. Untunglah instruksi tipuan itu tidak ditepati oleh anak buahnya.
Sementara Kraeng Bonto ditawan, Speelman memerintahkan armada lautnya menggempur Makassar. Tentu saja angkatan laut Makassar terpukul, karena panglimanya dalam tawanan Speeiman. Siasat yang sangat keji dan kotor.
"Untunglah, tatkala pertempuran sedang di puncaknya, saya dapat meloloskan diri!” kata Kraeng Bonto mengakhiri ceriteranya, "tapi sudah terlambat. Angkatan laut Makassar yang ditipu Speelman tidak dapat memberikan perlawanan sebagaimana mestinya."
Sampai larut malam Trunojoyo berbincang-bincang dengan tamunya. Sebelum matahari terbit Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung sudah tiba di atas kapalnya.

3. MENYERBU LAKSANA ANGIN RIBUT
Tiga bulan semenjak kedatangan kedua laksamana Makassar itu, Trunojoyo mengadakan persiapan perang. Ia mengirim mata-mata dan kurir ke Banten, Batavia, Cirebon, Priangan, Mataram. Juga kepada semua bupati-bupati pesisir utara Jawa. Kepada kurir-kurirnya Trunojoyo berpesan, agar mereka mengajak semua pihak untuk berontak. Bersatu menghantam Belanda dan Amangkurat yang telah diperkuda oleh Belanda.
Sementara itu keadaan di Mataram semakin parah. Rakyat sangat menderita. Kelaparan merajalela. Beras hasil pertanian rakyat dibeli oleh Belanda dengan harga yang sangat murah. Harga itu ditetapkan sendiri oleh Belanda. Perdagangan Mataram pun semakin mundur. Amangkurat mengadakan perjanjian dengan Kompeni Belanda. Dalam perjanjian (Amangkurat I mengadakan perjanjian dengan Kompeni Belanda tahun 1646, jadi hanya setahun setelah ia naik tahta. Padahal pada masa ayahnya pun Agung. 1613-1645, Mataram diakui kekuasaannya di seluruh Jawa oleh Belanda, Utusan Belanda pun harus selalu datang menghadap ke Mataram mempersembahkan upeti Perjanjian ini telah menyelamatkan kedudukan Kompeni di Batavia yang pernah dua kali digempur habis-habisan oleh Sultan Agung) itu ditetapkan, kapal Mataram dibatasi daerah pelayarannya. Kapal Mataram van melewati Selat Malaka misalnya harus mendapat surat ijin dari Kompeni. Setiap utusan Mataram ke luar negeri harus diangkut dengan kapal Belanda.
Selama berbulan-bulan itu terjadilah kegiatan rahasia yang sangat sibuk. Sementara itu tersiar desas-desus bahwa perang besar akan meletus. Akan tetapi Belanda sama sekali tidak menduga, bahwa Trunojoyo di balik semua itu. Menurut perkiraan Belanda berita itu sengaja ditiupkan oleh bajak-bajak laut Makassar.

Cara pemerintahan Amangkurat I yang bekerja sama dengan Belanda itu juga menimbulkan rasa tidak senang di kalangan keraton. Bahkan Putera Mahkota sendiri tidak menyukai tindakan ayahnya. Tatkala Putera Mahkota itu mendengar kegiatan Trunojoyo tersebut ia pun mengadakan hubungan dengan Trunojoyo.
Saat yang ditetapkan sebagai permulaan perang pun semakin dekat. Ribuan prajurit, ribuan kapal dan perahu, ribuan kuda, senjata dan perbekalan pun sudah disiapkan. Tinggal menunggu komando.
Sementara itu datang laporan, bahwa Raden Kajoran salah seorang bangsawan terkemuka ingin menggabungkan diri dengan Trunojoyo. Bupati-bupati pesisir utara banyak pula yang mengirim utusan ke Madura. Mereka siap membantu, manakala tentara Trunojoyo sudah bergerak.
Hari permulaan perang yang telah ditetapkan pun tibalah. Begitu matahari terbenam, tentara Trunojoyo mulai bergerak dari darat dan dari laut. Ribuan kapal dan perahu besar kecil, bergerak menyusur pantai. Puluhan ribu tentara Madura, Gresik dan Surabaya berjalan kaki atau berkuda. Tentara darat itu bergerak cepat menyerbu sepanjang pantai. Gerakan pasukan Trunojoyo itu demikian cepatnya. Sehingga ketika berita penyerbuan itu sampai di keraton Mataram (Plered), tentara Makassar dan Madura sudah sampai di Rembang.
Sementara itu armada laut Trunojoyo dalam jumlah besar bergerak terus ke barat menyusur pantai. Tidak ada perlawanan yang berarti. Bupati-bupati pesisir utara Pulau Jawa itu memang sudah terlebih dahulu mengadakan persekutuan rahasia dengan Trunojoyo. Kalaupun ada yang mengadakan perlawanan, semuanya cepat dapat ditumpas. Tentara Trunojoyo itu besar sekali jumlahnya. Bergerak sangat cepat. Musuh kalang kabut, tidak sempat mengatur siasat.
Pada hari ketiga penyerbuan itu, tentara Trunojoyo sudah mencapai Kendal, Pekalongan dan Tegal. Dengan demikian kota Jepara dan Semarang sudah terkepung. Kedua kota itu adalah penghubung Mataram dengan Batavia. Trunojoyo memang ingin mengadakan blokade terhadap Mataram. Dengan pengepungan itu diharapkan Batavia tidak akan dapat mengirim bala bantuan ke Mataram. Sedang Mataram tidak akan dapat mengirim bahan makanan ke Batavia.
Amangkurat sangat terkejut mendengar berita penyerbuan Trunojoyo itu. Seluruh Mataram gempar. Amangkurat segera mengirim kurir kepada komando benteng Belanda di Jepara. la minta bantuan untuk mempertahankan Mataram. Tetapi kepala benteng di Jepara itu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia hanya mengirim kurir kilat ke Batavia. Minta bantuan secepatnya. Mataram terancam jatuh ke tangan pemberontak.
Pimpinan Hindia Belanda juga panik di Batavia. Kekuatan utama tentara Belanda sedang berada di luar Jawa. Sebagian besar tentaranya masih bertempur di Maluku dan Sulawesi. Tetapi bagaimanapun Mataram harus dibela. Harus dipertahankan. Sekutunya Amangkurat harus dipertahankan. Tanpa Mataram dan Amangkurat Batavia akan kelaparan. Lagi pula sangat ber bahaya, kalau raja Mataram itu jatuh ke tangan orang yang bukan sekutu Belanda. Pengalaman pada masa Sultan Agung sangat pahit bagi Belanda.
Belanda menghimpun semua kekuatan yang masih tersisa. Kemudian ia secepatnya dikirim ke Mataram. Sementara itu tentara mereka yang bertugas di Ambon, Maluku dan Sulawesi dipanggil pulang ke Jawa. Semuanya harus mempertahankan Mataram. Mataram tidak boleh jatuh ke tangan pemberontak.
Dengan tergesa, Belanda dan Amangkurat mengirim tentaranya menghadang pasukan Trunojoyo yang menyerbu laksana angin ribut itu. Pertempuran pertama terjadi dekat Rembang. Pada pertempuran ini tentara gabungan Mataram-Belanda itu segera dipukul mundur. Tentara Trunojoyo menderu-deru bagai air bah. Melanda dan menggilas apa saja yang menghalanginya. Tentara darat Belanda-Mataram lari kucar-kacir seraya meninggalkan korban yang banyak sekali.
Selain tentara darat, Belanda juga mendatangkan bantuan dari laut. Kapal-kapal Belanda yang memiliki meriam mengadakan perlawanan gigih. Akan tetapi armada laut Belanda itu pun segera dihancurkan oleh tentara Makassar di bawah pimpinan Kraeng Bontomarannu dan Kraeng Galesung. Kedua laksamana Makassar itu bertempur hebat sekali. Mereka melampiaskan dendam atas jatuhnya Makassar. Ribuan tentara Belanda tewas di laut. Kapal-kapal dan perahu mereka terbakar dan tenggelam. Kapal yang masih selamat segera melarikan diri, namun dikejar terus oleh tentara Makassar tanpa ampun.
Nasib tentara darat Belanda-Amangkurat juga tidak jauh berbeda. Banyak sekali mereka yang gugur. Mereka lari terbirit-birit tetapi juga dikejar oleh musuh. Banyak mereka yang tertawan dan dijadikan kuli pengangkut barang. Hanya sedikit yang kembali selamat ke Mataram.

4. TIGA SERANGKAI SPEELMAN, ARU PALAKA, KAPITAN JONKER
Tentara Trunojoyo terus maju menggebu-gebu. Dari hari ke hari jumlahnya pun semakin banyak. Banten, Cirebon, Priangan juga mengirimkan bala bantuan kepada Trunojoyo. Seluruh pulau Jawa digoncang oleh Trunojoyo. Di mana saja mereka menyerbu, kemenangan selalu di pihaknya. Seperti tidak ada kekuatan apa pun yang dapat membendungnya. Belanda dan sekutunya Amangkurat tidak berkutik. Mereka hanya bisa mengharapkan semoga balabantuan yang diminta dari luar Jawa cepat datang. Bala bantuan itu diperintahkan agar langsung saja menuju medan perang, menembus pengepungan Mataram.
            Jepara, Kudus, Demak, Semarang dan Tegal sudah sepenuhnya jatuh ke tangan Trunojoyo. Mataram benar-benar terkepung. Hubungan dengan Belanda terputus. Armada laut yang dikirim dari Batavia selalu dipukul mundur. Tentara laut Makassar benarbenar memperlihatkan ketangguhan yang luar biasa. Pusat kekuasaan Belanda di Batavia sekali ini benar-benar panik. Mereka bingung, dan tidak tahu harus berbuat apa sampai bantuan datang. Kembali Belanda kepada siasat lamanya. Kepada Trunojoyo ditawarkan perundingan berkali-kali. Akan tetapi Pangeran Madura itu selalu menolak. Sikap Trunojoyo yang menolak setiap perundingan membuat Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung semakin percaya. Karena itu mereka selalu bertempur dengan semangat yang tinggi.
Sementara itu di Batavia Dewan Hindia terus bersidang. Akhirnya pilihan mereka jatuh kepada tiga serangkai Speelman, Aru Palaka dan Kapitan Jonker. Tiga serangkai ini pulalah dahulu yang berhasil merebut Makassar dan memaksa Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian Bongaya. Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung pernah berhadapan dengan mereka.

Mujur sekali nasib Amangkurat. Dalam keadaan yang sangat genting mendaratlah Speelman, Aru Palaka dan Jonker di Jepara. Belanda mengirimkan hampir seluruh kekuatan armada lautnya untuk membebaskan Mataram yang terkepung itu.
Tetapi tentara Belanda itu hanya dapat mendarat di Jepara. Di sini mereka terkepung. Mereka lalu mendirikan benteng pertahanan yang kuat. Sementara itu tentara Trunojoyo, dari darat dan laut mengepung mereka secara ketat.
Berbulan-bulan tentara Kompeni itu tertahan di sana. Tidak bisa maju. Sulit juga untuk mundur. Satu-satunya jalan ialah bertahan dengan mengandalkan kekuatan meriamnya. Hanya karena unggul dalam persenjataan, mereka dapat bertahan. Meriam Belanda itu memang sangat dahsyat buat masa itu. Senjata itu tidak dimiliki oleh tentara Trunojoyo. Akan tetapi meriam sebesar itu tidak bisa dibawa bertempur dengan cepat. Karena harus ditarik oleh beberapa ekor kerbau dan didorong oleh berpuluh puluh manusia.
Laksamana Speelman beberapa kali menawarkan perdamaian kepada Trunojoyo. Akan tetapi setiap tawaran tidak pernah digubris oleh Trunojoyo. Tawaran Speelman dijawab pun tidak. Trunojoyo teguh kepada pendirian. Setia kepada cita-cita perjuangan. Tawaran Belanda untuk mengangkatnya jadi raja pun tidak diperdulikannya. Sekali ini siasat licik Belanda benar-benar tidak mempan. Sikap Trunojoyo ini terutama sekali atas nasehat Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung.
"Kalau Belanda menawarkan perundingan, itu artinya mereka sedang dalam kesulitan. Bukan tawaran itu kita pikirkan, justru pertempuran yang harus kita tingkatkan!” kata Panglima Kraeng Bonto.
Sungguh terjepit dan tidak dapat berbuat apa-apa, tetapi akal licik Speelman tetap juga jalan. Melihat Amangkurat sangat terjepit, ia memanfaatkan keadaan itu untuk mendikte raja Mataram itu. Keadaan Mataram yang terkepung, justru dipergunakan untuk memaksa Mataram menuruti segala kemauan Belanda.
Speelman menyodorkan perjanjian yang harus disetujui Amangkurat. Sebab kalau tidak, Belanda tidak akan mau membantu Mataram. Karena hubungan Mataram-Jepara terputus, maka Amangkurat memberi kuasa penuh kepada bupati Jepara, Wongso Dipo, untuk melakukan perundingan dengan Speelman.
Maka ditetapkanlah perjanjian yang terpaksa disetujui oleh Amangkurat. Isinya antara lain: Kompeni Belanda akan membantu Amangkurat untuk memerangi Trunojoyo. Tetapi Amangkurat harus membayar biaya perang sebanyak 250.000 rial ditambah 3.000 kwintal beras. (Dalam perjanjian itu juga ditetapkan, apabila peperangan lebih lama dari Juli 1677, maka Mataram akan membayar 20.000 rial setiap bulan kepada Kompeni. Di sini kita lihat betapa liciknya akal Belanda. Biaya perang dari Mataram. Tentara Belanda itu pun kebanyakan adalah bangsa Indonesia pula, terutama Ambon dan Bugis). Kompeni Belanda tidak akan membayar bea masuk lagi untuk memasukkan barang dagangannya.
di semua pelabuhan. Kompeni bebas untuk mendirikan kantor sesuka hatinya di mana saja di pantai Pulau Jawa. Setiap tahun harus pula disediakan beras 4.000 kwintal sebagai tambahan.
Perjanjian yang dipaksakan Speelman ini membuat Mataram sudah tidak merdeka lagi. Mataram benar-benar sudah dikuasai Belanda. Perjanjian itu menimbulkan gelombang amarah di kalangan keluarga keraton. Menjadikan rasa tidak puas di kalangan rakyat luas. Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung mendengar berita itu, hanya tertawa-tawa.
"Nah, lihatlah betapa busuknya Kompeni itu. Sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Raja Mataram tetap saja terkepung. Bukannya mereka membebaskan sahabatnya itu dahulu, tapi justru memaksakan perjanjian untuk keuntungannya sendiri!” kata Kraeng Galesung.
Situasi semakin genting saja buat Amangkurat. Tidak ada jalan lain lagi baginya kecuali menggantungkan diri sepenuhnya kepada Belanda.

5. MENYAMBUT KEDATANGAN MUSUH
Di istana Maduretno sedang diadakan pesta. Pesta untuk memeriahkan perkawinan Panglima Laut Kraeng Galesung dengan Suratna, puteri Trunojoyo. Dengan perkawinan itu, maka hubungan Trunojoyo dengan Kraeng Galesung semakin erat. Bukan hanya teman seperjuangan, tetapi juga terikat hubungan kekeluargaan.
Nama Kraeng Galesung dari hari ke hari semakin harum. Ia dipuja dan disanjung. Namanya disebut dengan perasaan kagum oleh setiap orang. Kemenangan-kemenangannya, keberaniannya pada setiap pertempuran laut jadi ceritera yang tidak habis-habisnya. Ia seorang muda, tangkas, berani dan pintar. Berperawakan tegap, rambut panjang, dengan sorot mata yang tajam ia kelihatan angker. Tetapi ia adalah seorang yang ramah dan setia kepada persahabatan.
Suasana pesta perkawinan itu, percampuran antara pesta dan kesiapsiagaan perang. Puluhan ribu prajurit berjaga di sekitar istana sampai ke pantai. Ribuan kapal dan perahu besar kecil memenuhi selat Madura. Ratusan ribu prajurit sejak dari Semarang, Demak, Juwana, Rembang, Lasem, Tuban, Giri sampai Surabaya siap siaga.
Dua orang perwira penghubung, tergesa-gesa masuk dan memberi laporan kepada Trunojoyo.

"Armada Laut Kompeni berangkat dari Jepara. Tujuannya kami tidak tahu. Namun mereka berlayar jauh ke tengah laut. Jumlah kapal dan tentaranya cukup banyak!” kata salah seorang perwira itu.
"Mereka pasti akan datang kemari. Karena mengadakan pesta perkawinan, dikiranya saya lengah. Tidak! Tidak apa-apa! Justru kekuatan induk kita sekarang ada di Selat Madura. Di sepanjang pantai sejak dari Surabaya sampai Tuban!” sahut Trunojoyo.
Trunojoyo berpikir keras. Otaknya cepat mengatur siasat. Kedua perwira itu dibawanya masuk ke kamar pribadinya yang sangat jarang dimasuki orang lain. Akhirnya ia menemukan siasat.
"Kamu berdua segeralah berangkat ke Tuban. Beritahukan kepada pimpinan tentara kita di sana akan kedatangan Belanda ini. Seluruh kekuatan laut, sejak dari Semarang sampai Tuban supaya mengepung musuh dari belakang. Biarkan Belanda itu masuk Madura!” kata Trunojoyo seperti mengucapkan keputusan.
"Tapi membiarkan Jepara kosong adalah berbahaya Pangeran!” kata perwira pilihan itu.
"Benar kata Tuan itu. Pengepungan dari darat harus diperketat. Hubungan Jepara-Plered harus tetap terputus. Nah, tentara laut yang ada, sejak dari Kendal, Pekalongan sampai Tegal saya perintahkan supaya siap menghadang musuh yang mungkin sekali akan datang dari Batavia. Mata-mata melaporkan, Gubernur Jenderal sedang mempersiapkan bala bantuan yang besar dari Batavia!” kata Trunojoyo seraya terus mengamati peta.
"Nah, selamat berjuang ksatria! Selamat jalan!” Pangeran Trunojoyo lalu menjabat kedua bawahannya itu.
Tanpa membuang waktu, kedua perwira gerak cepat itu memacu kudanya ke arah Selat Madura. Kuda mereka naikkan di atas perahu menyeberangi selat. Kemudian memacu kudanya cepat sekali menyusuri pantai utara Jawa sampai Semarang. Pada setiap pos mereka berhenti menyampaikan perintah yang mereka terima.
Sementara itu hari sudah larut malam. Pesta sudah usai. Malam itu juga terjadi kesibukan luar biasa. Persiapan perang dilakukan dengan cepat. Trunojoyo dengan para panglima perang berunding sampai ayam berkokok. Mereka menentukan siasat perang.
Laksamana Kraeng Bonto akan memimpin tentara laut dari Selat Madura dari arah pantai Jawa. Ia akan menggabungkan diri dengan tentara laut yang datang sejak dari Semarang sampai Tuban. Mereka akan menyerang dari belakang. Kalau armada laut Belanda itu dapat dipukul mundur ia harus melakukan pengejaran. Kraeng Galesung memimpin pertahanan pantai Madura. Trunojoyo sendiri dengan tentara darat yang tidak begitu besar akan langsung menuju Kediri. Dari Kediri ia akan langsung menyerang pusat Mataram. Apabila Belanda dapat dihalau dari pantai Madura, Kraeng Galesung harus menyeberang Selat Madura. Bersama tentara yang ada di sekitar pesisir, supaya langsung menyerbu Jepara. Kalau Jepara jatuh dan semuanya berjalan baik, Kraeng Galesung menggabungkan diri menyerang pusat Mataram.
Keesokan harinya seharian mereka menunggu. Armada laut Kompeni itu tidak juga muncul. Speelman bertindak sangat hatihati. la berlayar jauh sekali ke tengah. Di tengah laut baru mereka memutar. Jadinya mereka itu seperti datang dari Kalimantan. Speelman mengetahui bahwa sepanjang pantai dijaga dengan ketat oleh bajak-bajak laut Makassar dan tentara Trunojoyo. Pasukan Trunojoyo sudah gelisah.
Siasat Speelman itu hampir saja membuat semua rencana Trunojoyo berantakan. Untung bajak-bajak laut Makassar mengetahui dengan pasti, bahwa Speelman akan menyerbu dari utara. Segera setelah hal itu diketahui, Trunojoyo lalu memerintahkan agar semua pasukan darat dan laut yang memenuhi Selat Madura bergerak ke pantai utara.
Sebelum meriam kapal Kompeni berdentum, pemindahan pasukan itu sudah selesai. Sementara itu tentara laut yang bergerak sejak dari Semarang hingga Tuban sudah mendekati Selat Madura.

6. PERTEMPURAN DI PANTAI UTARA
Bersamaan dengan datangnya fajar, meriam-meriam Belanda mulai menggelegar. Tembakan itu terus-menerus. Suaranya dahsyat membelah langit. Dari kejauhan terdengar seperti suara guntur. Kapal-kapal Bugis dan Ambon bergerak menuju pantai. Tentara Bugis dipimpin oleh Aru Palaka, yang sudah diangkat jadi raja Bugis oleh Belanda. Tentara Ambon dipimpin oleh Kapitan Jonker (Kapitan Jonker ini sangat berjasa kepada Kompeni. Namun akhirnya ia dibunuh oleh Kompeni di Batavia. Waktu itu Kapitan Jonker menentang pemindahan penduduk Indonesia dari kampung yang satu ke kampung yang lain. Maksudnya ialah agar jangan terjadi persah abatan antara sesama suku Indonesia, yang terdiri dari Sunda, Jawa, Bali, Bima, Makassar, Melayu dll.). Tentara Kompeni yang berasal dari bangsa Indonesia itu terus bergerak cepat ke pantai.

Tembakan Belanda yang sangat gencar itu tidak dibalas oleh tentara Trunojoyo. Kraeng Bonto yang memegang pimpinan memerintahkan agar membiarkan saja tentara Belanda itu maju. Akan tetapi semua meriam sudah diarahkan ke arah tentara Belanda itu.
Armada Laut Trunojoyo membentuk setengah lingkaran. Mereka hendak mengepung tentara Belanda itu di pantai. Lambung kanan dan kiri dipertahankan berlapis-lapis tentara. Barisan tengah berhadapan langsung dengan tentara musuh yang maju. Barisan ini dipertahankan oleh meriam. Disusul oleh puluhan ribu prajurit yang berlapis-lapis.
Speelman tidak menyadari perangkap Trunojoyo itu. Ia terus memerintahkan prajuritnya maju. Kapal-kapal Belanda terus memuntahkan meriamnya. Melindungi tentara Bugis dan Ambon yang terus maju. Siasat inilah yang membawa kemenangan pada 'pertempuran di Makassar. Akan tetapi pada pertempuran kali ini, siasat itu benar-benar bunuh diri.
Tatkala tentara Bugis-Ambon itu sudah dekat pantai, terdengarlah komando Kraeng Bonto: ”Serbuuuu! Serbuuuuuu!”
Ratusan kapal dan perahu Makassar-Madura menyerbu tentara Bugis-Ambon. Pertempuran laut yang sengit segera terjadi. Suara bedil riuh rendah. Pertempuran itu berlangsung sangat rapat. Perang tanding antara satu perahu dengan satu perahu berlangsung seru. Kedua belah pihak boleh dikata sama-sama beraninya. Pada pertempuran pertama saja banyak yang gugur di kedua belah pihak. Kraeng Bonto lalu memerintahkan tentaranya menembakkan peluru-peluru api. Banyak kapal Bugis dan Ambon yang terbakar lalu tenggelam. Terdengar jeritan putus asa yang memilukan hati.
Akan tetapi tentara Belanda itu maju terus. Gelombang demi gelombang puluhan ribu jumlahnya. Aru Palaka memanglah seorang akhli tempur yang gagah berani. Ia telah banyak sekali mengalami pertempuran sengit. Tentaranya adalah tentara darat dan laut yang sangat terlatih, dan kaya pengalaman perang. Pasukannya terus mendesak tentara Trunojoyo.
Ketika hampir semua tentara Bugis-Ambon itu sudah mencapai pantai yang dangkal, Kraeng Bonto memberi komandonya yang kedua: ”Serbuuuu! Serbuuuuuu!”
Maka menggelegarlah meriam-meriam tentara Trunojoyo dari darat. Meriam-meriam itu ditembakkan kepada kapal-kapal Belanda yang masih jauh di tengah. Dengan demikian terputuslah hubungan tentara Bugis-Ambon dengan kapal-kapal yang selalu menembakkan meriamnya itu. Aru Palaka dan Jonker agak terkejut juga melihat tembakan meriam itu. Akan tetapi ia tidak akan mundur, sebelum pimpinannya memerintahkan mundur. Kedua perwira itu malah terus memerintahkan tentaranya maju.
Kemudian terdengarlah komando tempur Kraeng Bonto yang ketiga. Maka menyerbulah dengan serentak lambung kanan dan lambung kiri tentara Trunojoyo. Armada perahu Trunojoyo itu maju dengan lajunya. Mereka mengepung tentara Bugis-Ambon dari belakang.
Sementara itu meriam-meriam Trunojoyo semakin menghebat. Beberapa kapal Belanda terbakar dan tenggelam. Kapal-kapal Bugis mereka terus maju. Mereka berhasil mendarat. Arena pertempuran ini betul-betul menjadi medan menyabung nyawa. Tentara Bugis-Ambon yang mendarat itu adalah tentara yang sangat berani. Sebab mereka mendarat di bawah hujan tembakan, tombak, dan panah tentara Trunojoyo. Banyak sekali mereka yang gugur. Tetapi mereka terus maju melangkahi mayat teman-temannya.
Tentara Makassar yang mempertahankan pantai malah mundur. Hal itu membuat tentara Ambon-Bugis semakin bernafsu.
Dalam pada itu sayap kanan dan sayap kiri tentara Trunojoyo sudah bertemu. Sekarang mereka membuat lingkaran. Mengepung tentara musuh yang ada di darat dan di laut. Sekarang hubungan tentara Belanda yang maju itu dengan kapal-kapal di mana Speelman berada terputus! Tentara Belanda yang maju itu dikepung oleh puluhan ribu tentara musuh. Tentara Trunojoyo melindungi tentaranya dengan tembakan meriam yang sangat gencar. Tembakan meriam Belanda sendiri tidak mengakibatkan kerugian pada Trunojoyo.
Tentara Bugis- Ambon terus juga maju mengejar tentara Trunojoyo-Makassar. Mereka sangat bernafsu ingin memenangkan pertempuran. Lagi pula mereka menganggap remeh kepada Trunojoyo.
Sekarang tibalah saatnya Trunojoyo memukul habis tentara Belanda yang terus maju itu. Kraeng Galesung yang memimpin tentara darat lalu memberi komando menyerbu.
"Majuuuu! Majuuuu!”
Maka menyerbulah sepuluh ribu tentara Trunojoyo dengan dahsyatnya. Dalam beberapa menit saja tentara Belanda sekarang terpaksa mundur. Mereka semakin terdesak. Mereka tidak sempat lagi memikirkan bagaimana siasat untuk bertahan. Tentara Belanda itu lalu menjadi mangsa empuk tentara Trunojoyo. Mereka dihujani peluru, tombak dan panah. Ribuan mereka gugur sambil terus mundur. Mereka yang masih hidup hanya memikirkan keselamatan dirinya. Tidak ada yang berusaha menyelamatkan temannya yang luka. Pembantaian besar-besaran terus berlangsung.
Kraeng Galesung dan Kraeng Bonto menyerbu ke arah Aru Palaka dan Kapitan Jonker. Akan tetapi kedua perwira itu dilindungi oleh berlapis-lapis tentaranya. Sulit sekali bagi Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung untuk mencapainya.
Speelman menyadari bahaya yang dihadapi Kapitan Jonker dan Aru Palaka. Ia memerintahkan kapal-kapalnya menembaki tentara Trunojoyo yang mengepung dan menjagal tentaranya.
Sekarang tentara Trunojoyo bagian tengah terjepit. Mereka menghadapi musuh dari muka dan belakang. Mereka terpaksa mundur ke kiri dan ke kanan. Kapal perang raksasa itu bukan tandingan mereka.
Dengan terbukanya jalan di tengah lingkaran, Aru Palakka dan Jonker mempergunakan kesempatan itu untuk meloloskan diri. Tentara Bugis-Ambon itu diperintahkan secepatnya menyelamatkan diri ke kapal.
Belum semua tentara Bugis Ambon yang masih hidup dapat meloloskan diri, mereka diserbu lagi oleh tentara laut yang dihimpun sejak dari Semarang sampai Tuban dari arah kanan.
Laksamana Speelman sekali ini benar-benar ngeri. Ia memerintahkan kapalnya yang masih tersisa segera meninggalkan medan perang. Meninggalkan serdadunya yang belum sempat naik ke kapal. Mereka yang tertinggal jadi mangsa tentara Makassar yang sangat mendendam kepada tentara Bugis-Ambon itu.
Sisa Armada Laut Belanda mundur terbirit-birit. Dikejar terus oleh Kraeng Bonto. Panglima Laut Makassar itu sangat jengkel karena tidak bisa menewaskan Aru Palaka dan Kapitan Jonker. Jengkel. karena selama Aru Palakka dan Kapitan Jonker masih hidup, orang Bugis dan Ambon akan terus diperalat Belanda. Diadu dengan bangsanya sendiri. Dalam pandangannya sendiri, sebenarnya tentara Belanda apalagi Speelman yang pengecut itu bukanlah musuh yang berarti. Justru serdadu asal suku bangsa Indonesia itulah yang jadi tulang punggung kekuatan tentara Belanda.
Pertempuran itu adalah kemenangan yang gilang-gemilang bagi Trunojoyo. Ribuan tentara Belanda gugur, atau tenggelam bersama kapalnya yang terbakar. Korban di pihak Trunojoyo tidaklah seberapa. Dua pertiga tentara Bugis dan Ambon gugur. Pertempuran hebat yang sangat sukar untuk dilukiskan.

7. KEMENANGAN YANG GILANG-GEMILANG
Sebelum pertempuran laut di pantai utara Madura itu berakhir, Trunojoyo bersama tentara yang besar jumlahnya mendarat di pesisir Sedayu. Dari sana ia mengirim Pasukan Gerak Cepatnya ke Mataram. Pasukan Gerak Cepat itu, adalah pasukan berkuda yang gagah berani. Mereka adalah pasukan pilihan yang bergerak cepat dalam jumlah sedikit. Mereka adalah pasukan pelopor, sebelum induk pasukannya datang.

Berita kemenangan tentaranya itu sangat menggembirakan hati Trunojoyo. Berita itu lalu disampaikan oleh kurir-kurir berkuda ke semua pasukan Trunojoyo di mana saja berada. Berita gembira itu semakin membangkitkan semangat juang mereka.
Sebelum matahari condong ke barat, bergeraklah induk pasukan tentara Trunojoyo kedua jurusan. Sebagian langsung menuju Kediri. Sebagian lagi memintas pegunungan ke arah utara, mencapai gunung Merapi dan Merbabu. Trunojoyo hendak menyerbu Mataram dari dua jurusan. Dari timur dan dari utara. Di Kediri tentara Trunojoyo itu disambut dengan tempik sorak oleh teman-temannya. Sudah lama ibu kota kerajaan tua itu menjadi benteng utama tentara Trunojoyo yang paling dekat dengan Mataram. Rakyat pun ikut menyambut mereka dengan gembira. Sebab dalam pandangan rakyat banyak, Trunojoyo dan tentaranya adalah berjuang untuk melindungi mereka.
Lewat tengah malam Pangeran Puger, adik raja Amangkurat, muncul di perkemahan Trunojoyo. Ia ingin menggabungkan diri dengan Trunojoyo.
"Saya ingin bergabung dengan Tuan. Pasukan utama saya masih berada di pusat Mataram. Jika Tuan menerima tawaran saya, mereka tinggal menggabungkan diri dengan tentara Tuan. Tentara saya akan membantu Tuan dari dalam keraton Mataram sendiri!” kata Pangeran Puger yang tidak setuju dengan cara-cara pemerintahan kakaknya.
"Sesungguhnya bantuan Tuan tidak berarti bagi kami. Tanpa bantuan Tuan pun kami sudah maju perang. Tetapi baiklah, kami menghormati itikad baik Pangeran Yang Mulia! Kami setujui rencana Tuan untuk bergabung bersama kami!” kata Trunojoyo setelah lama termenung.
Pada mulanya Trunojoyo memang ragu untuk menerima Pangeran Puger. Bagaimana mungkin saudara Sunan Mataram; bergabung dengan pemberontak yang ingin menyerbu Mataram? Apakah tidak mungkin ini hanya tipu muslihat?
Peperangan dengan pusat kekuasaan Mataram pun mulailah. Matahari baru saja terbit ketika Trunojoyo memerintahkan tentaranya menyerbu ke pusat Mataram. Gemuruhnya kaki kuda, genderang, terompet dan tambur membangkitkan semangat prajurit. Hingar-bingarnya kereta kuda dan pedati menarik meriam dan perbekalan menambah gemuruhnya suasana penyerbuan itu.
Sejumlah besar pasukan Trunojoyo langsung menyerbu keraton Plered tempat Amangkurat bertahta.
Tentara Trunojoyo maju menggebu-gebu, laksana tentara langit yang tidak mungkin dibendung. Tentara Mataram menghadang mereka dengan sekuat tenaga. Tentara Amangkurat itu sebenarnya adalah tentara kuat dan terlatih. Namun mereka selalu terpukul mundur oleh tentara Trunojoyo. Tentara Amangkurat tidak mempunyai pimpinan yang cakap dan berani. Selain itu, sikap raja mereka yang bekerja sama dengan Belanda, membuat prajurit seperti patah semangat. Terlebih lagi para perwira dan prajurit yang dulu pernah ikut ke Batavia menggempur Belanda. Mereka betul-betul tidak menyukai peperangan ini. Sekarang apakah mereka harus berperang melawan bangsa sendiri? Tidak heran, akhirnya banyak prajurit Mataram itu yang menggabungkan diri dengan Trunojoyo.
Tatkala tentara Trunojoyo sudah mencapai pinggiran kompleks keraton, pengikut Pangeran Puger pun berontak dari dalam. Keadaan menjadi kacau-balau. Pengikut Pangeran Puger yang menggabung diri itu membuat panik seluruh penghuni istana. Keadaan semakin gawat. Amangkurat bingung dan panik. Ia tidak berpikir untuk mempertahankan keratonnya, apalagi untuk melawan pemberontak. Yang terpikir olehnya ialah menyelamatkan diri! Secepat mungkin menyingkir dari keraton.
Maka dengan sejumlah pengikutnya yang setia serta putera mahkota ia meninggalkan  keraton. Dalam keadaan yang kacau balau itu mereka melarikan diri masuk hutan. Saat itu yang terlintas dalam benak Amangkurat ialah, bagaimana menghubungi Gubernur  Jenderal di Batavia. Ia sangat marah kepada Speelman. Laksamana Belanda itu tidak berdaya membantunya, padahal ia sudah menyetujui perjanjian yang disodorkan oleh Speelman. Perjanjian yang membuat Mataram sudah bukan kerajaan merdeka lagi.
Akhirnya keraton Mataram diduduki sepenuhnya oleh tentara Trunojoyo. Para panglima dan keluarga istana yang tetap setia kepada Amangkurat, melarikan diri menyusul raja mereka.
Sebaliknya yang tidak setuju dengan Amangkurat menggabungkan diri dengan tentara Trunojoyo dan Pangeran Puger.
Keadaan di dalam dan di luar keraton cepat dipulihkan. Pangeran Puger lalu dinobatkan Trunojoyo dan pengikutnya menjadi Sunan Mataram.
Dinobatkannya Pangeran Puger jadi raja Mataram membuktikan bahwa Pangeran Trunojoyo bukan hendak merebut tahta kerajaan. Bukan untuk kepentingan dirinya sendiri. Tetapi Trunojoyo berjuang untuk kepentingan rakyat. Untuk mengusir penjajah Belanda dari Indonesia. Untuk membebaskan Mataram dari cengkeraman kaum pedagang Kompeni yang serakah itu.

8. NASIB MALANG SEORANG RAJA
Amangkurat bukan main marah dan kesalnya kepada Speelman. Ia bertekad untuk langsung minta bantuan kepada Gubernur Jenderal di Batavia. Karena itu ia tidak mau menemui Speelman di Jepara. Sekalipun Batavia itu sangat jauh dibandingkan dengan Jepara.
Raja Mataram yang melarikan diri itu lalu mengembara dari hutan ke hutan. Naik gunung turun gunung. Ia tidak berani menampakkan muka kepada rakyat. Sebab ia tahu rakyat tidak begitu menyenanginya. Lebih takut lagi kalau rakyat itu melaporkan kepada Trunojoyo atau kepada Pangeran Puger di mana ia berada.

Pengikutnya yang tidak banyak, dari hari ke hari semakin berkurang. Banyak yang sakit. Diserang menderita kelaparan. Bahkan untuk memperoleh minuman pun terkadang susah. Akhirnya tinggal beberapa orang saja yang menemani Amangkurat. Mereka terus mengembara, siang malam. Lapar, haus, letih dan lesu.
Amangkurat pun tidak dapat bertahan. Ia yang biasa hidup senang, tidak sanggup menanggung penderitaan. Ia jatuh sakit. Sakitnya parah, dan akhirnya meninggal di tengah hutan Wonoyoso dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Rombongan Amangkurat waktu itu berada di sekitar Tegal. Bekas raja Mataram itu lalu dimakamkan di Tegal Arum dekat kota Tegal sekarang ini.
Sungguh tragis nasib Amangkurat. Ia meninggal justru dalam usaha untuk minta bantuan kepada Belanda, musuh ayahnya nomor satu. Musuh yang dapat dipaksa oleh ayahnya Sultan Agung bersujud di ujung ibu jari kakinya.
Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, di hadapan beberapa orang pengikut setia Amangkurat menunjuk puteranya, Pangeran Adipati Anom, sebagai penggantinya. Kepada puteranya itu Amangkurat berpesan, agar tidak usah meneruskan perjalanan ke Batavia. Batavia sangat jauh. Dimintanya agar puteranya menemui Speelman saja di Jepara.
Amangkurat dimakamkan tanpa upacara kebesaran sebagaimana layaknya bagi seorang raja yang terhormat. Setelah pemakaman selesai, Pangeran Adipati Anom dinobatkan menjadi raja Mataram dengan gelar Amangkurat II. Penobatan itu hanya dilakukan dan disaksikan oleh beberapa orang pengikut setia. (Waktu itu Desember 1677, tiga tahun setelah Trunojoyo mengobarkan pemberontakan)
Dalam keadaan sengsara dan memilukan hati, tibalah rombongan Amangkurat II di benteng Belanda di Jepara. Hanya benteng itulah yang dikuasai Belanda. Di luar benteng, tentara Trunojoyo mengepung ketat.
Speelman agak terkejut juga melihat Putera Mahkota Mataram tiba-tiba muncul di hadapannya. Dan lebih terkejut lagi, tatkala ia mendengar bahwa Amangkurat I sudah meninggal dunia dalam pengembaraan. Tetapi ia gembira mendengar bahwa putera mahkota sudah dinobatkan jadi Raja Mataram. Dan sekarang Raja Mataram yang baru itu datang kepadanya minta tolong. Minta tolong dalam keadaan yang miskin dan sangat menyedihkan.
Speelman memandang lama kepada tamunya. Air mukanya tidak menunjukkan bahwa ia sedang sedih atau terharu. Memang yang sedang dipikirkannya ialah bagaimana menarik keuntungan dari keadaan Amangkurat II yang dalam kesusahan itu.
"Kami mendengar bahwa Trunojoyo sudah menobatkan Pangeran Puger jadi Raja Mataram," kata Speelman dengan suara datar. "Tetapi Tuan tidak perlu khawatir. Kompeni akan membantu sepenuhnya, agar Tuan dapat duduk di atas tahta kerajaan!”
”Tanpa bantuan Tuan, saya sudah dinobatkan jadi Raja Mataram. Ayahanda almarhum pun memang menunjuk kami, sebagai pengganti beliau. Kami adalah Raja Mataram yang sah," kata Amangkurat II tersinggung.
"Tetapi penunjukan maupun penobatan itu tidak ada artinya kalau Tuan tidak duduk di atas tahta kerajaan. Tidak ada artinya kalau Kompeni tidak mengakuinya. Kalau rakyat tidak mengindahkannya. Bagaimana mungkin Tuan menjadi raja Mataram, kalau Pangeran Puger masih mendiami keraton Mataram? Tuan baru benar-benar menjadi Raja Mataram kalau Tuan dapat menumpas Trunojoyo. Kalau Tuan sudah mengusir Pangeran Puger!”
Speelman agak lama berdiam diri. Suasana hening. Asap cerutu Speelman mengepul-ngepul dalam ruangan. Di kejauhan terdengar suara tembakan. Peperangan memang masih terus berlangsung di sekitar benteng. Speelman melirik tamunya satu per satu. Setelah yakin bahwa kata-katanya berhasil mempengaruhi tamunya, ia meneruskan bicaranya.
"Tetapi seperti sudah saya katakan tadi, Tuan tidak perlu khawatir. Kompeni akan membantu Tuan sampai berhasil, sebagaimana Kompeni membantu ayahanda Tuan. Asal saja Tuan menyetujui usul-usul kerja sama dengan Kompeni, dan menandatanganinya!”
Amangkurat dan semua pengikut yang mendengar ocehan Speelman semuanya tersinggung dan marah dalam hati. Speelman menyapa Amangkurat II, dengan Tuan saja! Padahal dahulu Belanda selalu memanggil Raja Mataram dengan Paduka Yang Mulia. Tetapi Amangkurat hanya berdiam diri. Apa yang dikatakan oleh Speelman itu memang sesuai dengan kenyataan. Tidak ada artinya penunjukan dan penobatannya, kalau ia tidak duduk di atas tahta kerajaan. Amangkurat II tidak melihat jalan lain, kecuali menggantungkan nasibnya pada Kompeni.
Dua hari kemudian, Speelman sudah menyodorkan perjanjian. Amangkurat II hanya dapat menyetujuinya. Perjanjian itu antara lain menyebutkan: Kompeni akan membantu Amangkurat menumpas pemberontak, dan mengangkatnya jadi Raja Mataram. Sebagai imbalannya, Amangkurat menyerahkan seluruh pesisir utara Jawa berikut pelabuhannya. Batas daerah Kompeni diperluas sampai daerah Pamanukan terus ke selatan. Dengan demikian Krawang dan Priangan masuk kekuasaan Kompeni. Daerah yang sejak lama diinginkannya, karena kedua daerah itu adalah gudang beras.

9. PERANG GERILYA
Trunojoyo sering menyebut dirinya sebagai keturunan raja-raja Majapahit. Barangkali itulah sebabnya ia tidak memilih Mataram sebagai pusat perjuangannya. Setelah Amangkurat dan Belanda dibersihkan dari Mataram, ia kembali ke Kediri. Kediri adalah kota tua yang sangat besar peranannya dalam pemerintahan pada masa Majapahit dahulu. Mahapatih Gajah Mada misalnya adalah bekas bupati Kediri.
Pangeran Puger telah dinobatkan oleh para pengikutnya menjadi raja mereka. Sekarang dialah yang memerintah di Mataram. Trunojoyo sama sekali tidak mencampuri pemerintahan Mataram. Hal ini membantah desas-desus, bahwa Trunojoyo ingin merebut tahta kerajaan.

Setelah pertempuran merebut Mataram, buat beberapa saat tidak terjadi pertempuran besar. Belanda sedang menyusun kekuatan di Batavia. Bala bantuan sudah berdatangan dari Maluku dan Makassar. Peralatan perang serta prajurit mereka siapkan untuk menghadapi suatu perang besar-besaran. Menghadapi Trunojoyo, Belanda menyadari bahwa sekali ini mereka berhadapan dengan perlawanan total rakyat yang terjajah. Sekali ini mereka tidak berhadapan dengan raja yang menentang kekuasaan Belanda. Tetapi dengan seorang pejuang kemerdekaan, yang menyandarkan kekuatan dirinya kepada rakyat.
Dewan Hindia di Batavia memutuskan untuk mengirim kekuatan perang yang ada. Sedang pimpinan perang dipercayakan kepada Hurdt, Aru Palaka dan Kapitan Jonker. Speelman dinilai kurang mampu memimpin peperangan. Terlalu banyak prajuritnya yang gugur, padahal ia selalu kalah di medan perang. Hasil Speelman yang paling berarti buat Kompeni ialah perjanjian yang ditandatangani Amangkurat. Perjanjian yang menyerahkan semua pesisir utara Jawa dan daerah Krawang serta Priangan kepada Belanda.
Maka mendaratkan puluhan ribu tentara Belanda di Jepara di bawah pimpinan Hurdt. Bajak-bajak laut Makassar menyerang mereka. Tetapi armada laut Belanda tidak dapat dipukul mundur. Meriam-meriam kapal perang Belanda itu sangat sulit dihadapi. Karena itu kapal-kapal Makassar terpaksa mundur sambil mengatur siasat.
Kedatangan tentara Kompeni itu sangat menggembirakan hati Amangkurat II (Amangkurat II memerintah, 1677-1703) Tadinya ia sangat menyesal dan merasa tertipu oleh Speelman. Ia telah menandatangani perjanjian yang sangat merugikan Mataram, padahal Speelman tidak bisa berbuat apa-apa. Ia dan tentaranya tetap saja terkurung dalam benteng. Kapten Tack (Kapten Tack ini kemudian sangat terkenal dalam Perang Surapati. la gugur di tangan Surapati dalam peperangan di Kartasura) yang memimpin benteng Jepara, setelah Speelman dipanggil ke Batavia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
Setibanya di benteng Jepara, Hurdt segera mengadakan perundingan. Kepada Amangkurat Hurdt berjanji, bahwa atas nama Kompeni dan Gubernur Jenderal ia berjanji akan mengembalikan Amangkurat jadi raja. Tetapi Amangkurat tidak boleh hanya berpangku tangan. Amangkurat diminta supaya membentuk tentaranya sendiri. Amangkurat supaya mengumpulkan tentara Jawa yang masih setia kepadanya.
Amangkurat lalu memerintahkan orang-orang kepercayaannya, menghubungi tentara Jawa yang pernah menjadi tentaranya. Banyak juga yang mau menggabungkan diri dengan Amangkurat, terutama karena diberi janji muluk-muluk.
Trunojoyo menyadari, bahwa sekali ini Belanda telah mengerahkan segala kekuatan angkatan perangnya. Dalam dua kali perang besar, Kompeni menderita kerugian yang sangat besar. Pertama pada pertempuran di pantai utara Madura. Kedua pada pertempuran merebut ibu kota Mataram. Karena itu Trunojoyo mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh. Begitu mendapat laporan tentang mendaratnya tentara Belanda di Jepara, ia memerintahkan semua angkatan perangnya dalam keadaan siap perang.
Trunojoyo memanggil para panglimanya. Mereka merundingkan siasat perang. Mereka akan menghadang tentara Kompeni di Kediri. Di beberapa tempat didirikan benteng kuat. Sepanjang jalan menuju Kediri ditentukan tempat-tempat penyergapan. Trunojoyo merencanakan perang gerilya.
Tanpa membuang waktu, Hurdt mulai bergerak dari Jepara. Mula-mula gerak maju tentaranya berjalan lancar. Akan tetapi begitu mulai mendekati Kediri terjadilah pertempuran seru. Tentara Trunojoyo menyergap mereka secara tiba-tiba di tempat yang tidak terduga. Banyak tentara Kompeni yang gugur, sebelum sempat memberikan perlawanan.
Belanda menjalankan taktiknya seperti dalam perang di pantai utara Madura. Tentara Amangkurat (Jawa), Ambon dan Bugis disuruh maju di depan. Tentara berkebangsaan Belanda sendiri jauh di belakang di tempat yang aman. Andalan Kompeni dalam peperangan ini tetap kepada Jonker dan Aru Palaka. Kepada tentara Ambon dan Bugis yang gagah berani itu.
Berminggu-minggu terjadi pertempuran sengit. Tentara Belanda hanya dapat maju setapak demi setapak. Itu pun terutama karena pertolongan meriamnya yang susah sekali digerakkan. Meriam itu harus ditarik oleh beberapa ekor kerbau dibantu oleh puluhan tentara untuk mendorongnya. Banyak sekali korban sudah jatuh di pihak Belanda. Mayat bertumpuk-tumpuk tanpa dikubur. Kebanyakan yang gugur itu adalah tentara Bugis, Ambon dan Jawa.
Sekalipun korban sudah banyak sekali di pihaknya, Hurdt tetap memerintahkan tentaranya maju. Mereka dapat maju selangkah demi selangkah. Sebaliknya dengan tentara Trunojoyo. Korban di pihaknya sangat sedikit jika dibandingkan dengan Belanda. Sementara meninggalkan korbannya, tentara Trunojoyo mundur teratur.
Kompeni dan Amangkurat berhasil memasuki Kediri. Akan tetapi sepertiga dari tiga puluh ribu tentaranya sudah gugur di sepanjang jalan.
Hurdt panik melihat betapa besar kerugian yang dideritanya. Untuk merebut kota Kediri saja ia sudah kehilangan sepertiga tentaranya. la sudah putus asa dan tidak yakin akan berhasil memenangkan peperangan. Hurdt menyadari bahwa tentara musuh memang sengaja mundur.
Dalam kepanikannya itu, Hurdt lalu memerintahkan tentaranya menyereti rakyat tak berdosa. Membunuh penduduk semaunya serta membakari rumah mereka. Laki-laki perempuan, orang tua atau anak-anak tidak perduli. Mereka diseret dan dihabisi nyawanya. Ada pula yang dibakar hidup-hidup. Maksud Hurdt mempertontonkan kekejaman yang tidak mengenal rasa kemanusiaan itu ialah untuk menggertak rakyat agar jangan sekali-kali memihak Trunojoyo.
Trunojoyo sudah mengubah taktik perangnya. Ia tidak menyerang secara besar-besaran, seperti merebut Mataram dahulu. Sekarang ia menyerang dalam jumlah kecil. Kemudian mundur setelah menimbulkan korban di pihak musuh. Trunojoyo melakukan taktik bertahan seraya mundur teratur. Taktik gerilya ini benar-benar membuat Belanda pusing. Semua tempat menjadi medan perang. Sebab di semua tempat tentara Trunojoyo menyerang seperti siluman. Secepat mereka datang menyerbu, secepat itu pula menghilang.
Dari Kediri, Trunojoyo mundur ke Bangil. Di sana ia mendirikan perbentengan yang kuat. Sementara itu tentara Makassar membangun benteng yang kuat pula di Porong. Bangil dan Porong dipisahkan oleh Kali Porong.

10. PERANGKAP UNTUK HURDT
Trunojoyo sengaja memilih pertahanannya di Bangil dan Porong. Kedua tempat itu terletak dekat pantai Selat Madura. Dengan demikian perhubungan dengan Madura mudah. Selain itu armada lautnya dapat memberikan bantuan dalam peperangan. Selat Madura yang memisahkan Madura dan Pulau Jawa itu, dipertahankan oleh armada laut Makassar yang besar.
Setelah beberapa saat menduduki Kediri, semangat Hurdt pulih kembali. Ia pun mempersiapkan penyerbuan ke Bangil. Hurdt ingin membalas kekalahannya. Ia sangat malu dikalahkan oleh Trunojoyo, pimpinan pemberontak yang menurut pendapat Belanda buta dalam ilmu perang. Apa kata atasannya di Batavia nanti? Bukankah ia menggantikan Speelman, karena ia dianggap hebat?
Pada suatu pagi, bergeraklah tentara Kompeni dan Amangkurat meninggalkan Kediri. Tujuan mereka ialah menghancurkan Trunojoyo di Bangil. Begitu tentara Kompeni itu keluar kota Kediri mereka disambut oleh tentara Trunojoyo. Sepanjang jalan itu terjadi pertempuran. Pasukan-pasukan Trunojoyo melakukan penyergapan di mana-mana. Setelah menimbulkan korban di pihak Belanda, mereka menghilang. Tetapi pertempuran sepanjang jalan itu tidak diacuhkannya. Ia menduga tentara Trunojoyo sudah semakin lemah.
Apakah sesungguhnya yang terjadi?
Trunojoyo sedang mempersiapkan perangkap. Dan Hurdt sedang memerintahkan tentaranya memasuki perangkap itu!
Ketika tentara Belanda-Amangkurat itu sudah hampir mencapai pinggiran kota Bangil, tiba-tiba mereka diserbu. Trunojoyo tiba-tiba muncul. Langsung memimpin sendiri peperangan. Dengan jumlah tentara yang sangat besar Trunojoyo mengepung musuh.
Tentara Belanda-Amangkurat bukan main terkejutnya. Tiba-tiba saja mereka sudah berada dalam kepungan musuh. Tentara Trunojoyo menyerbu dengan ganas dari berbagai penjuru. Mereka mengamuk, seraya mengeluarkan pekikan yang menambah ngerinya suasana. Terjadi lagi pembantaian manusia. Tentara Belanda yang terkepung rapat itu tidak dapat mempergunakan meriamnya. Sebab meriam itu hanya berguna dalam peperangan jarak jauh.

Tentara Belanda terkepung, dalam keadaan yang sangat sulit untuk keluar. Bertepatan pula hujan sangat deras turun. Keadaan medan perang menjadi sangat sulit bagi tentara Belanda Amangkurat. Tentara Trunojoyo sudah terbiasa menghadapi medan perang yang sulit.
Ribuan tentara Belanda-Amangkurat gugur, bertumpuk-tumpuk. Panah, tombak, peluru, pedang tentara Trunojoyo menghujani mereka terus-menerus.
Dalam keadaan yang kacau-balau Hurdt memerintahkan tentaranya mundur. Tetapi mundur pun susah. Untuk mundur saja memerlukan perjuangan yang hebat.
Hurdt menggigil ketakutan melihat betapa banyak prajuritnya gugur dalam pertempuran sekejap. Ia dan sisa tentaranya selamat sampai di Kediri. Kekejaman yang baru dialaminya, dirasakannya seperti balasan dari Trunojoyo atas kekejaman yang dibuatnya tatkala memasuki kota Kediri.
Berhari-hari Hurdt tidak dapat tidur. Akhirnya ia memutuskan untuk minta bantuan tentara dan biaya perang yang sangat besar ke Batavia. Ia akan datang sendiri ke Batavia untuk mengutarakan rencananya.
Hurdt pun berangkatlah ke Batavia. Pimpinan perang dan sisa tentaranya diserahkan kepada Kapten Tack. Ia membawa serta pimpinan tentara Bugis, Aru Palaka, ke Batavia. Ia berharap Aru Palaka yang terkenal gagah berani itu akan membantu meyakinkan Dewan Hindia dan Gubernur Jenderal di Batavia.
Akan tetapi malang bagi Hurdt. Gubernur Jenderal menganggap dia bodoh dan gila. Tidak tahu siasat perang. Hurdt dipecat. Untuk menggantikan Hurdt ditunjuk Poleman sebagai panglima perang baru.
Gubernur Jenderal Camphuys sangat berang ketika mendengar kekalahan yang diderita tentaranya itu. Ia segera menghimpun segala kekuatan yang ada di Batavia. Setelah terkumpul, Poleman diperintahkan segera berangkat ke medan perang.
Poleman mendarat dengan selamat di Jepara. Dari Jepara Poleman bergerak cepat menuju Kediri. Kediri terus diserang oleh pasukan Trunojoyo. Untunglah Kanpten Tack seorang yang cakap mengatur siasat dan berani pula. Kalau tidak, Kediri mungkin sudah jatuh.
Setelah mengadakan persiapan beberapa hari, Poleman maju menuju Bangil. Tetapi sebelum mencapai Bangil tentara Belanda dan Amangkurat dipukul mundur. Poleman kembali ke Kediri. Setelah mengadakan persiapan ia bergerak lagi maju menuju Bangil. Tetapi juga dapat dipukul mundur. Banyak pula tentara Belanda yang gugur dalam setiap pertempuran itu. Demikianlah berminggu-minggu lamanya. Berkali-kali Poleman maju hendak menggempur Bangil, tetapi selalu dipukul mundur. Akhirnya pada suatu pertempuran seru, ia gugur di medan perang.
Gugurnya panglima perang Belanda itu membuat gempar seluruh tentara Belanda. Membuat panik Gubernur Jenderal di Batavia. Tetapi sebaliknya membangkitkan semangat juang bagi semua tentara Trunojoyo. Poleman diganti oleh Van Vliet.
Van Vliet tidak melakukan penyerbuan ke Bangil. Sebaliknya melakukan siasat adu domba. Kepada Kraeng Galesung ia mengirim utusan bahwa sebaiknya ia ikut jejak Trunojoyo. Trunojoyo sudah setuju mengadakan perdamaian dengan Belanda. Sebaliknya di kalangan pengikut Trunojoyo Van Vliet menyusupkan orang. Orang tersebut menyiarkan desas-desus bahwa Kraeng Galesung telah mengirim utusan kepada Van Vliet menawarkan perdamaian. Desas-desus itu sampai juga ke telinga Trunojoyo. Trunojoyo marah. Ia lalu mengirim utusan kepada Kraeng Galesung menanyakan kebenaran desas-desus itu. Kraeng Galesung bukannya menyelidiki kenapa sampai tersiar desas-desus semacam itu. Sebaliknya ia malah murka dan menuduh, justru bapak mertuanyalah yang telah mengadakan perdamaian dengan Van Vliet.
Mendengar tuduhan menantunya, Trunojoyo pun bukan main marahnya. Nyaris terjadi perang antara Trunojoyo dan Kraeng Galesung. Untung sekali, Kraeng Bonto segera turun tangan. Setelah Kraeng Bonto mempertemukan kedua belah pihak, akhirnya mereka berkesimpulan bahwa mereka telah menjadi korban siasat adu domba Van Vliet.
Kapten Van Vliet sengaja melakukan taktik adu domba itu karena ia tidak mempunyai tentara untuk bertempur. Ia melakukan itu sekedar untuk mengulur-ulur waktu, sampai bala-bantuan datang dari Batavia. Padahal keadaannya sangat terjepit waktu itu. Kalau seandainya siasat adu dombanya itu tidak berhasil, niscaya tidak ada seorang prajurit Kompeni lagi bertahan di Kediri.
Ketika Trunojoyo dan Kraeng Galesung sadar bahwa mereka diadu domba, bala-bantuan yang ditunggu Van Vliet sudah tiba.
Bersama bala-bantuan itu datang pula panglima perang Belanda yang baru, Jacob Couper namanya. Bersama Jacob Couper ikut Aru Palaka dengan tentara Bugisnya yang terkenal sangat berani
itu.
Setibanya di Kediri, Couper segera mengambil alih pimpinan dari tangan Van Vliet.

11. BUKAN KARENA MENANG PERTEMPURAN
Couper, Aru Palaka, Kapitan Jonker, Van Vliet dan Amangkurat mempersiapkan penyerangan Bangil secermatnya. Mereka adalah jago-jago perang andalan Kompeni. Couper seorang yang cerdas dan berani. Van Vliet penuh tipu muslihat dan keras hati. Kapitan Jonker dengan tentara Ambonnya penuh pengalaman perang. Kapitan Jonker dan Aru Palaka telah berperang untuk Belanda di banyak tempat.
Aru Palaka sudah bersumpah sebelum penyerangan Bangil dimulai, bahwa ia akan memenggal kepala Kraeng Galesung dan Kraeng Bonto. Ia sangat mendendam kepada kedua panglima laut Makassar itu. Sebab Sultan Hasanuddinlah yang menghancurkan ayahnya (Aru Palaka adalah anak Raja Sopeng, yang dikalahkan oleh Sultan Makassar, Hasanuddin. Raja Sopeng itu berontak melawan Makassar karena dihasut Belanda. Aru Palaka dan banyak rakyatnya lalu dibawa oleh Belanda ke Batavia dijadikan tentaranya. Kompeni dan Makassar bersaing hebat dalam dagang rempah-rempah di Maluku. Sultan Hasanuddin menentang monopoli Belanda).

Pada suatu hari berangkatlah tentara Kompeni itu menuju Bangil. Amangkurat pun ikut serta. Ikutnya Amangkurat II ini ke medan perang membuat banyak tentara Jawa menggabungkan diri. Tentara Jawa itu sesungguhnya setia kepada raja mereka. Hanya karena ulah Amangkurat I -lah banyak rakyat meninggalkan raja mereka. Mereka berharap, semoga Amangkurat II lain dari ayahnya.
Tentara Kompeni membawa perbekalan dan persenjataan lebih dari cukup. Untuk membangkitkan semangat prajurit, sepanjang jalan dibunyikan tambur dan terompet. Berlapis-lapis tentara maju. Paling depan adalah tentara Bugis dipimpin oleh Aru Palaka. Menyusul tentara Ambon, dipimpin langsung oleh Kapitan Jonker. Baru menyusul tentara Mataram. Di belakang sekali adalah tentara Belanda asli. Pasukan berkuda, pasukan bertombak, bedil dan meriam semuanya maju bagai air mengalir.
Trunojoyo dan Kraeng Galesung menyambut mereka di tengah jalan. Dari segala penjuru tentara Trunojoyo menyerbu dengan cepat. Serbuan tiba-tiba itu lagi-lagi membuat Kompeni menderita kerugian besar. Banyak prajuritnya yang gugur.
Kapitan Jonker dan Aru Palaka bertempur dengan gagah berani. Tentara Ambon dan Bugis itu menyerbu secara nekad sekali ke tengah musuh. Terjadi perang perkelahian yang sangat seru. Di kedua belah pihak banyak yang gugur. Berminggu-minggu pertempuran terus berlangsung. Tentara Belanda berhasil mendesak tentara Trunojoyo. Mereka maju selangkah demi selangkah.
Trunojoyo sangat menghargai nyawa prajuritnya. Ia tidak mau mengorbankan terlampau banyak jiwa prajurit untuk memenangkan peperangan. Sebab ia tahu, sekalipun ia menang, Belanda akan mengirimkan tentaranya yang baru dari Batavia, menggempur pusat kekuasaan Belanda. Itulah sebabnya ia meninggalkan Bangil.
Dari Bangil Trunojoyo membawa tentaranya melintasi hutan lebat dan mendaki gunung. Di dataran tinggi Ngantang ia membangun perkampungan dan benteng pertahanan.
Sekarang Trunojoyo mengubah lagi taktik perangnya. Ia tidak menghimpun kekuatan tentaranya di satu tempat yang harus dipertahankan mati-matian. Tetapi ia membuka medan perang di semua hutan, di semua dataran. Taktik ini membuat Belanda harus memencar-mencarkan tentaranya. Trunojoyo menghindar dari suatu pertempuran besar-besaran.
Akhirnya tentara Belanda berhasil mencapai Bangil. Tetapi Couper mengerti, bahwa Bangil memang sengaja ditinggalkan Trunojoyo. Jadi bukan karena tentaranya memenangkan pertempuran. Couper kecewa sekali. Karena itu ia memerintahkan tentaranya segera menggempur Porong, benteng pertahanan tentara Makassar.
Benteng Porong dipertahankan dengan gagah berani oleh tentara Makassar. Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung bahu-membahu memimpin pertempuran. Tentara Belanda maju menggebu-gebu. Terutama tentara Bugis yang dipimpin oleh Aru Palaka. Tentara Bugis itu menyerbu nekad sekali. Akibatnya banyak mereka yang gugur.
Berkali-kali Couper mengerahkan segala kekuatan untuk menggempur benteng. Akan tetapi setiap kali itu pula selalu berhasil dipukul mundur oleh tentara Makassar. Banyak pula korban di pihak Belanda. Tetapi Couper yang keras kemauan itu terus memerintahkan tentaranya maju. Apapun yang terjadi ia ingin memenangkan pertempuran ini.
Sebaliknya dengan Kraeng Galesung dan Kraeng Bonto. Mereka hanya berambisi untuk menjatuhkan korban sebanyak-banyaknya di pihak musuh. Dari pada menimbulkan korban nyawa yang banyak di pihaknya ia memilih untuk mengundurkan diri.
Setelah korban banyak sekali di pihak Belanda, Kraeng Bonto dan Kraeng Galesung membawa tentaranya mundur ke laut. Di sana armada laut mereka yang kuat siap menunggu. Dari tengah laut sisa-sisa armada laut Kerajaan Makassar itu terus menembakkan meriam kapalnya.
Couper dan Aru Palaka hanya dapat memaki-maki. Mereka tidak mungkin mengejar tentara Makassar itu. Mereka tidak mempunyai kapal. Kapal mereka sedang meronda di pesisir utara Pulau Jawa. Berkumpul di sekitar Jepara.

12. HARI-HARI TERAKHIR SEORANG PAHLAWAN BESAR
Pada suatu hari Couper mendapat laporan bahwa Trunojoyo telah membangun pertahanannya yang baru di dataran tinggi Ngantang. la pun segera memerintahkan tentaranya menyerbu ke sana.
Kesulitan mulai menimpa Trunojoyo dan pengikutnya di dataran tinggi itu. Makanan sulit diperolehnya. Sedang perkampungan rakyat sangat jauh dari situ. Selama ini mereka tidak pernah mengalami kesulitan bahan makanan. Rakyat selalu memberi mereka makanan yang cukup. Tetapi semangat juang mereka tetap menyala.
Couper memerintahkan mengepung dataran Ngantang. Sementara tentara Bugis dan Ambon diperintahkan merayap terus mencari benteng Trunojoyo. Akhirnya mereka menemukan benteng pertahanan itu. Mereka pun mengepungnya setelah mendapat bantuan tentara yang banyak dan masih segar dari induk pasukannya. Pengepungan benteng itu dipimpin sendiri oleh Couper.
Trunojoyo dengan prajurit yang sedikit jumlahnya menghadap mereka dengan gagah berani. Berminggu-minggu pula terjadi pertempuran. Sampai akhirnya Trunojoyo meninggalkan benteng pertahanannya. Ia membawa tentaranya mendaki Gunung Kelud.
Couper akhirnya dapat memasuki benteng Trunojoyo. Tetapi kemudian ia pun menyadari, benteng telah dengan sengaja ditinggalkan oleh Trunojoyo. Namun Couper merasa pasti, bagaimanapun kedudukan kedudukan Trunojoyo sudah terjepit. Karena itu semangatnya semakin menyala untuk segera dapat menangkap Pangeran Madura itu. Tetapi Couper sudah kehabisan prajurit. la tidak berani mengambil resiko bunuh diri. Dengan kesal, letih dan lesu ia kembali ke induk pasukannya. Dari sekian banyak prajuritnya, tinggal puluhan orang lagi yang masih segar. Lagi pula ia tidak dapat memperkirakan berapa kekuatan tentara yang mendampingi Trunojoyo.
Sesungguhnya Trunojoyo sudah terdesak. Tentaranya memencar di berbagai front gerilya yang sangat luas. Ia memerlukan waktu untuk menghimpunnya kembali. Untuk maksud itulah ia mencari tempat persembunyian di puncak Gunung Kelud. Dari segi kekuatan tempur Trunojoyo tetap kuat. Korban di pihaknya sangat sedikit jika dibandingkan dengan Belanda.
Tadinya ia mengira, siasat membuka front yang sangat luas itu akan menguntungkan baginya. Memang siasat itu menguntungkan selama Belanda tidak mengetahui di mana ia berada. Akan tetapi nyatanya Belanda selalu dapat mengetahui dengan cepat di mana ia berada. Mungkin sekali Belanda berhasil menyusupkan mata-matanya di kalangan prajuritnya. Menyadari keadaan itu, Trunojoyo ingin mengubah siasatnya kembali. Ia ingin menyusun tentaranya dalam satu kekuatan besar.
Trunojoyo belum berhasil menghimpun tentaranya yang terpencar-pencar. Couper sudah mendapat laporan bahwa Trunojoyo berada di puncak Gunung Kelud dengan pengikut yang tidak banyak. Pengejaran segera dilakukan. Tentara dalam jumlah besar dikerahkan. Di seputar Gunung Kelud diadakan pagar betis yang sangat rapat. Berminggu-minggu Couper dan Amangkurat mengerahkan tentaranya mengepung tempat persembunyian Trunojoyo. Sementara itu tentara Ambon di bawah pimpinan Kapitan Jonker merayap ke puncak gunung. Tentara Ambon itu adalah tentara yang sangat terlatih menghadapi medan perang yang bagaimanapun sulitnya.
Amangkurat II meminta dengan sangat kepada Kapitan Jonker agar ia berusaha sekuat tenaga untuk menangkap Trunojoyo.
”Hadiah apa pun yang anda minta, kalau anda dapat menangkap Trunojoyo pasti kami berikan!” kata Amangkurat II kepada Jonker. ”Uang, pangkat, jabatan? Terserah!”
Couper pun menjanjikan hadiah uang dan pangkat tinggi kepada Kapitan Jonker, asal ia dapat menangkap Trunojoyo hidup atau mati.
Trunojoyo semakin terjepit. Ruang geraknya semakin sempit. Belanda terus maju seperti berburu kelinci. Sekalipun dalam posisi yang sangat sulit, semangat juang Trunojoyo dan pengikutnya tetap tinggi.
Kesulitan yang tidak mungkin diatasi Trunojoyo ialah soal makanan. Di puncak yang tinggi itu mereka tidak makan sudah berminggu-minggu. Mereka terpaksa makan buah, umbi-umbian atau akar-akaran. Kekurangan makanan ini sangat mempengaruhi ketahanan fisik Trunojoyo dan pengikutnya. Semangat juang mereka tetap tinggi. Namun badan mereka dari hari ke hari semakin kurus, dan lemah. Daya tempur mereka semakin berkurang.
Suatu hari Trunojoyo dan pengikutnya sudah sangat lemah. Berjalan saja sudah susah. Akhirnya mereka tertidur pulas. Itulah hari yang naas bagi Trunojoyo, pahlawan yang gagah berani itu. Selagi tidur pulas, Kapitan Jonker dan anak buahnya sudah mengepungnya dalam jarak yang dekat sekali.
Trunojoyo terbangun ketika mendengar tembakan. Ia dan pengikutnya sudah terkepung rapat. Hanya jarak tiga meter dari tentara Ambon yang mengacungkan bedil dan tombak kepadanya. Trunojoyo dan pengikutnya melakukan perlawanan hebat. Terjadi duel senjata yang seru. Namun karena keadaan fisiknya yang lemah, akhirnya Trunojoyo dapat ditangkap bersama beberapa orang pengikutnya. Sebagian lagi berhasil meloloskan diri dan menggabungkan diri dengan tentara Trunojoyo yang bertebaran di hutan-hutan.
Beberapa hari kemudian (Hari itu adalah 27 Desember 1679) Trunojoyo dihadapkan kepada regu tembak, atas perintah Amangkurat II. Ia dihukum mati, dan menjalani hukuman mati itu dengan gagah berani. Kepada prajurit yang menembaknya ia berkata:
"Akulah Trunojoyo! Pahlawan yang berjuang untuk kemerdekaan negeri dan rakyatku. Mereka akan mengenangku dengan bangga. Akulah Trunojoyo yang akan mereka nyanyikan sepanjang jaman. Aku akan mati. Tetapi kalian lihatlah ke hutan dan ke gunung-gunung sana! Ribuan Trunojoyo masih berjuang. Ribuan, jutaan Trunojoyo akan lahir kemudian hari!”

Sejenak ia menoleh kepada Couper dan sejumlah tentara Belanda yang berkumpul. Kepada mereka Trunojoyo berkata setengah berteriak: "Dan kalian Belanda! Untuk apa kalian datang kemari? Kalian ingin menjajah negeri kami? Kalian ingin menguras kekayaan kami? Tidak! Jutaan Trunojoyo akan lahir! Dan kalian akan dipaksa angkat kaki dari tanah air tercinta ini!”
Trunojoyo rubuh ke tanah. Tanah air yang ia perjuangkan kemerdekaannya. Couper berdiri sejenak di hadapannya. Ia mengangkat topi. Betapapun ia sangat menaruh hormat kepada pahlawan yang gagah berani itu.
Amangkurat II termangu-mangu mendengar bagaimana Trunojoyo mengakhiri hidupnya. Suatu perasaan yang sangat sulit dikatakan bergumul di dadanya. Di Batavia Gubernur Jenderal berpesta-pora merayakan kematian Trunojoyo itu. Sebaliknya di medan gerilya, di hutan dan lembah-lembah, ribuan pengikut Trunojoyo menundukkan muka. Mereka menangisi kepergian pemimpin mereka. Pemimpin yang mereka kagumi dan cintai.
Apa yang dikatakan oleh Trunojoyo dibenarkan oleh sejarah. Hanya lima tahun setelah ia dihukum mati itu, muncullah tokoh pemberontak Surapati (Surapati adalah bekas budak Belanda di Batavia. Namanya sewaktu jadi budak itu ialah Lobing I melarikan diri dari penjara Batavia, kemudian berontak kepada Belan. da. Perang Surapati 1685-1765. Raden Surapati adalah gelar bangsawan yang diberikan Amangkurat II kepadanya) Surapati berjuang di tempat-tempat dimana Trunojoyo berjuang. Surapati adalah tokoh penentang Belanda yang tak kalah hebatnya. Bahkan lebih hebat lagi.
Tentara Trunojoyo yang bergerilya di hutan-hutan lalu menggabungkan diri dengan Surapati.

 TAMAT

Semua cerita disalin dari buku yang berjudul KEPAHLAWANAN TRUNOJOYO
karangan : Dj. Hasugian, ilustrator : Slamet Sinulingga
Tahun 1985 - Remadja Karya CV, Bandung


Tidak ada komentar:

Posting Komentar