Jumat, 30 Agustus 2019

Gerakan Seni Rupa: Outsider art (Art brut)


baby's angel, 1990 (Howard Finster)

Outsider Art ialah sebuah gerakan seni yang diprakasai oleh para seniman otodidak dan tidak memiliki kualifikasi akademik khusus seni. Biasanya, mereka yang dilabeli sebagai seniman Outsider memiliki sedikit relasi atau tidak memiliki sama sekali hubungan khusus dengan dunia seni pada arus utama atau lembaga-lembaga seni. Dalam banyak kasus, karya mereka ditemukan hanya setelah mereka meninggal dunia. Seringkali, karya seniman outsider menggambarkan keadaan mental yang ekstrem, ide-ide yang tidak konvensional, atau dunia fantasi mereka yang rumit.

Bill Traylor
Lahir: 1 April 1854; Benton, Lowndes County, Alabama, Amerika Serikat
Wafat: 23 Oktober 1949; Amerika Serikat
Kebangsaan: Amerika
Gerakan Seni: Outsider art (Art brut)


Istilah outsider art diciptakan oleh kritikus seni Roger Cardinal pada tahun 1972 sebagai sinonim bahasa Inggris untuk art brut (bahasa Prancis: [aʁ bʁyt], "raw art" atau "rough art"), istilah yang dibuat oleh seniman Prancis Jean Dubuffet untuk menggambarkan seni yang dibuat di luar batas budaya resmi, dalam hal ini Dubuffet berfokus terutama pada seni yang dibuat oleh mereka yang berada di luar panggung seni yang mapan, sebagai contoh pasien dan anak-anak rumah sakit jiwa.
Outsider Art telah muncul dalam kategori pemasaran seni yang sukses, hal ini dibuktikan dengan diadakannya pameran karya-karya seni  Outsider Art tahunan di New York sejak tahun 1993, dan setidaknya ada dua jurnal yang diterbitkan secara teratur yang didedikasikan untuk subjek ini. Istilah ini kadang-kadang disalahgunakan sebagai label pemasaran untuk seni yang dibuat oleh orang-orang yang berada di luar "dunia seni" arus utama atau "sistem galeri seni", terlepas dari keadaan mereka atau isi dari karya mereka.

Friedrich Schröder-Sonnenstern
Lahir: 11 September 1892
Mati: 10 Mei 1982; Berlin, Jerman
Kebangsaan: Jerman
Gerakan Seni: Outsider art (Art brut)


Ketertarikan pada karya seni yang diciptakan oleh orang yang sakit jiwa, bersama dengan anak-anak dan pembuat "peasant art" pertama kali ditunjukkan oleh kelompok "Der Blaue Reiter" yaitu Wassily Kandinsky, Auguste Macke, Franz Marc, Alexej Jawlensky, dan lainnya. Apa yang dirasakan oleh para seniman dalam karya kelompok-kelompok ini adalah kekuatan ekspresif yang lahir dari kurang terampilnya penguasaan teknis yang dimiliki mereka. Contoh ini direproduksi pada tahun 1912 dalam edisi pertama dan satu-satunya publikasi mereka, Der Blaue Reiter Almanac. Selama Perang Dunia I, Macke wafat di Champagne pada tahun 1914 dan Marc wafat di Verdun pada tahun 1916; celah yang ditinggalkan oleh kematian-kematian ini sampai batas tertentu diisi oleh Paul Klee, yang terus mendapat inspirasi dari 'kaum primitif' ini.

Howard Finster
Lahir: 2 Desember 1916; Valley Head, Alabama, Amerika Serikat
Meninggal: 20 Oktober 2001
Kebangsaan: Amerika
Gerakan Seni: Outsider art (Art brut), Pop Art


Ketertarikan pada karya seni para penderita sakit jiwa terus tumbuh pada tahun 1920-an. Pada tahun 1921, Dr. Walter Morgenthaler menerbitkan bukunya Ein Geisteskranker als Künstler (Seorang Pasien Psikiatri sebagai Artis) tentang Adolf Wölfli, seorang pasien jiwa psikotik dalam perawatannya. Wölfli secara spontan mulai menggambar, dan kegiatan ini tampak menenangkannya. Karyanya yang paling menonjol adalah epik bergambar 45 volume di mana ia menceritakan kisah hidupnya imajiner sendiri. Dengan 25.000 halaman, 1.600 ilustrasi, dan 1.500 kolase, ini adalah karya yang monumental. Wölfli juga menghasilkan sejumlah besar karya yang lebih kecil, beberapa di antaranya dijual atau diberikan sebagai hadiah. Karyanya dipajang di Yayasan Adolf Wölfli di Museum Seni Rupa, Bern.
Momen yang menentukan adalah publikasi Bildnerei der Geisteskranken (Seni orang sakit jiwa) pada tahun 1922, oleh Dr. Hans Prinzhorn. Ini adalah studi formal pertama tentang pekerjaan psikiatris, berdasarkan pada kumpulan ribuan contoh dari lembaga-lembaga Eropa. Buku dan koleksi seni mendapat banyak perhatian dari seniman avant-garde saat itu, termasuk Paul Klee, Max Ernst, dan Jean Dubuffet.

























Kamis, 29 Agustus 2019

Gerakan Seni Rupa: Realisme

Les Casseurs de pierres, 1849 (Gustave Courbet)

Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu. Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa untuk memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun.
Realisme adalah aliran seni yang mengangkat peristiwa keseharian yang dialami oleh orang kebanyakan. Istilah realisme pada aliran ini bukan merujuk pada tingkat kemiripan atau keakuratan gambar lukisan dengan referensinya. Aliran yang mengusung ide tersebut disebut Naturalisme. Tema dan wacana-nya yang realistik, bukan gambarnya. Meskipun gambar yang realistis (naturalis tepatnya) sejalan dengan ide penggambaran realistis yang ingin dicapai oleh pergerakan ini.
Pembahasan realisme dalam seni rupa bisa pula mengacu kepada gerakan kebudayaan yang bermula di Prancis pada pertengahan abad 19. Namun karya dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India.
Di Indonesia kata realistik terlalu identik dengan gaya menggambar yang mirip dengan referensi aslinya. Dalam KBBI, realisme sendiri diartikan sebagai aliran kesenian yang berusaha melukiskan atau menceritakan sesuatu sebagaimana kenyataannya (KBBI, 2016). Ketika kita berusaha meniru referensi semirip mungkin, kita sedang berusaha untuk menciptakan lukisan yang sealamiah mungkin (natural) mirip dengan aslinya, menirukan alam. Maka dari itu, istilah yang lebih sesuai untuk hal tersebut sebetulnya naturalis, bukan realis.
Beberapa ahli berpendapat bahwa realisme adalah gerakan seni modern yang pertama. Karena realisme dinilai telah menolak bentuk tradisional seni dan lembaganya yang dianggap sudah tidak relevan di era Revolusi Industri. Realisme muncul di era distruptif, ditandai dengan revolusi industri yang melaju pesat dan menghasilkan perubahan sosial yang luas.

Realisme sebagai gerakan kebudayaan
Realisme menjadi terkenal sebagai gerakan kebudayaan di Prancis sebagai reaksi terhadap paham Romantisme yang telah mapan di pertengahan abad 19. Gerakan ini biasanya berhubungan erat dengan perjuangan sosial, reformasi politik, dan demokrasi.
Realisme kemudian mendominasi dunia seni rupa dan sastra di Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat di sekitar tahun 1840 hingga 1880. Penganut sastra realisme dari Prancis meliputi nama Honoré de Balzac dan Stendhal. Sementara seniman realis yang terkenal adalah Gustave Courbet dan Jean François Millet.

Realisme dalam seni rupa
Perupa realis selalu berusaha menampilkan kehidupan sehari-hari dari karakter, suasana, dilema, dan objek, untuk mencapai tujuan Verisimilitude (sangat hidup). Perupa realis cenderung mengabaikan drama-drama teatrikal, subjek-subjek yang tampil dalam ruang yang terlalu luas, dan bentuk-bentuk klasik lainnya yang telah lebih dahulu populer saat itu.
Dalam pengertian lebih luas, usaha realisme akan selalu terjadi setiap kali perupa berusaha mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat. Sebagai contoh, pelukis foto pada zaman renaisans, Giotto bisa dikategorikan sebagai perupa dengan karya realis, karena karyanya telah dengan lebih baik meniru penampilan fisik dan volume benda lebih baik daripada yang telah diusahakan sejak zaman Gothic.
Kejujuran dalam menampilkan setiap detail objek terlihat pula dari karya-karya Rembrandt yang dikenal sebagai salah satu perupa realis terbaik. Kemudian pada abad 19, sebuah kelompok di Prancis yang dikenal dengan nama Barbizon School memusatkan pengamatan lebih dekat kepada alam, yag kemudian membuka jalan bagi berkembangnya impresionisme. Di Inggris, kelompok Pre-Raphaelite Brotherhood menolak idealisme pengikut Raphael yang kemudian membawa kepada pendekatan yang lebih intens terhadap realisme. Teknik Trompe l'oeil, adalah teknik seni rupa yang secara ekstrem memperlihatkan usaha perupa untuk menghadirkan konsep realisme.
Royal Academy of Painting and Sculpture telah mendominasi sirkulasi produk kesenian di Prancis selama hampir dua abad. Prancis adalah kebudayaan seni yang paling unggul di dunia pada masa itu. Berasumsi untuk menjaga keunggulannya, Akademi Seni Prancis menetapkan standar-standar tertentu untuk karya seni di seluruh Eropa. Salah satu caranya adalah dengan memberikan berbagai pelatihan untuk para seniman muda berbakat. Selain itu akademi ini juga mengkurasi dan memilah karya yang layak dipamerankan di galeri The Paris Salon.
Akademi menetapkan tema yang diambil dari mitologi klasik, Alkitab, literatur, atau sejarah manusia sebagai tema terbaik. Hanya sebagian kecil pelukis ternama yang diizinkan melukis dalam genre ini, dan karya mereka adalah karya yang paling di angkat oleh Akademi. Genre juga dijadikan tolak ukur untuk melakukan penilaian. Potret Tokoh Penting dan kelas atas diangap menjadi genre yang paling baik. Disusul oleh lukisan Pemandangan dan Still Life (Benda mati seperti: Ceret, makanan, dsb).
Seiring berjalannya waktu, Akademi dianggap semakin tidak mampu untuk mengakomodir keadaan zamannya oleh sebagian seniman. Sebagian seniman merasa berbagai standar yang ditentukan oleh Akademi tersebut terlalu kaku untuk zaman modern. Tema yang ditentukan terlalu pilih kasih dan di nilai tidak adil untuk semua kalangan manusia.
Maka, munculah para pelukis Realisme yang menggantikan gambaran idealistik dari seni tradisional dengan peristiwa keseharian di kehidupan nyata. Mengangkat masyarakat biasa untuk mendapatkan bobot yang sama dengan kasta atas. Keinginan para realis untuk mengangkat kehidupan sehari-hari ke dalam kanvas adalah manifestasi awal keinginan avant garde untuk menghubungkan seni pada kehidupan masyarakat umum.

Ciri Aliran Realisme
1.  Mengangkat peristiwa keseharian yang dialami oleh orang kebanyakan
2. Menggambarkan masyarakat dan situasi kontemporer yang nyata dan khas dengan lingkungan keadaan sehari-harinya
3. Karya realis menggambarkan manusia dari semua kelas dalam situasi dan kondisi aslinya.
4. Realisme tidak setuju terhadap subjek seni yang dibesar-besarkan (dramatis) ala Romantisisme.
5. Memiliki detail gambar yang menyerupai aslinya (natural) melalui teknik tinggi yang dikuasai oleh pelukisnya.
6. Tidak menutupi kehidupan rakyat sederhana yang tidak memiliki rumah mewah atau pakaian mahal seperti kaum bangsawan.
7. Objektif terhadap kaum atas, dalam artian tidak hanya kebaikannya saja yang diperlihatkan, Misalnya: mengangkat peristiwa tragisnya perang yang hasilkan oleh permainan politik kelas atas, melalui penggambaran pion-pion kecil dibawahnya.

Tokoh Penting & Contoh Lukisan Aliran Realisme

1.  Gustave Courbet
Gustave Courbet adalah salah satu pencetus munculnya aliran seni rupa Realisme di pertengahan abad ke-19. Ia menolak gaya klasik dan dominasi Akademi Seni di Prancis. Karyanya berfokus pada realitas fisik benda-benda yang dia amati walaupun kenyataan itu dinilai tidak indah dan memiliki muatan yang dianggap terlalu kontras.

Jean Désiré Gustave Courbet (bahasa Prancis: [ɡystav kuʁbɛ]; lahir 10 Juni 1819 – meninggal 31 Desember 1877 pada umur 58 tahun) adalah seorang pelukis asal Prancis yang memimpin gerakan Realisme dalam lukisan Prancis abad ke-19. Berkomitmen untuk hanya melukis apa yang dapat ia lihat, ia menolak konvensi akademik dan Romantisisme dari generasi para artis seni rupa pada masa sebelumnya. Independensiannya menghimpun contoh yang mempengaruhi kalangan artis pada masa berikutnya, seperti Impresionis dan Kubistis.

Courbet melihat Realisme sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak kaum tani dan rakyat biasa di negaranya. Courbet juga telah lama terkenal karena tanggapannya yang berani terhadap pergolakan politik di Prancis. Para keritikus menilai karyanya sebagai pengaruh penting dalam memicu para seniman modern awal lainnya seperti Edouard Manet dan Claude Monet.


A Burial at Ornans (Gustave Courbet)

Sebagai contoh utama Realisme, lukisan itu berdasar kepada fakta-fakta penguburan nyata dan menghindari konotasi spiritual yang dilebih-lebihkan. Courbet memberikan penekanan pergantian cahaya pada lukisan untuk menekankan bahwa kehidupan itu tidak abadi (hari berganti sore ke malam, dst). Sementara tenggelamnya matahari dapat menjadi simbol untuk transisi besar dari ketidakabadian manusia menuju keabadian di alam sana.
Beberapa kritikus di masa lalu melihat kepatuhan terhadap fakta-fakta dari kematian sebagai penghinaan agama. Karena pada masa itu melukiskan tema kematian lazimnya adalah dengan menggunakan Alegori dari riwayat manusia dan kisah yang terdapat di Alkitab. Melukiskan prosesi pemakan seperti ini masih dianggap kontroversial pada masanya.


2.  Jean-Francois Millet
Jean-Francois Millet adalah seorang pelukis Prancis dan salah satu pendiri sekolah Barbizon di pedesaan Prancis. Millet adalah sosok seniman yang memiliki sikap hidup sederhana, berbeda dengan tipikal Seniman lain di zamannya. Dia selalu tertarik untuk menggambarkan kebajikan dari pekerjaan fisik yang dilakukan oleh masyarakat biasa. Millet terkenal melalui peristiwa dan adegan para petani yang sedang bekerja di perkebunan. Ia juga dikenal sering menyelipkan sub-teks (konotasi) pesan relijius yang sering menyertai lukisannya.
Millet berkesenian di tengah iklim politik kasta yang tengah bergejolak di Prancis. Karyanya kurang diterima oleh sebagian kaum atas namun mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat biasa dan beberapa kritikus. Millet secara implisit merayakan ‘kebangsawan’ kelas petani dalam karyanya yang membuatnya menjadi sorotan kaum elitis yang kurang menyukai pergerakannya.

The Potato Harvest (Jean-Francois Millet)

Millet menggambarkan para petani kentang dalam salah satu adegan keseharian mereka ketika sedang bekerja. Lukisan ini menunjukan betapa kerasnya pekerjaan yang meraka lakukan untuk bertahan hidup. Adengan yang diambil spesifiknya adalah ketika para petani sedang memanen kentang. Mereka tidak berhenti bekerja hingga matahari mulai tenggelam. Millet mengangkat harkat derajat kaum petani sebagai fondasi dari kehidupan sosial yang langsung berhubungan dengan kebutuhan utama manusia, yaitu bahan makanan.


3.  Edouard Manet
Edouard Manet adalah seorang pelukis yang berasal dari Perancis, ia adalah salah satu seniman yang pioner melukis kehidupan modern. Manet merupakan sosok penting dalam transisi dari Realisme ke Impresionisme. Ia bergerak dan melukis bersama para Impresionis namun menolak menggunakan teknik yang serupa. Lahir di keluarga kelas atas dengan koneksi politik yang kuat, Manet ‘menolak’ prospek masa depan yang cerah dari keluarganya dan memilih bergelut dengan dunia seni.

A Bar at the Folies Bergeret (Edouard Manet)


Manet menggambarkan suasana keseharian di Bar tempat ia biasa bercengkrama sambil menggambar atau melukis dengan beberapa temannya. Ia memilih subjek sehari-hari yang selama itu tidak pernah diangkat karena dinilai tabu. Pada lukisan ini Manet sengaja menambahkan sosok Pria di bagian cermin Bar. Karakter tersebut seharusnya tidak tersorot jika menggunakan perspektif yang akurat. Namun dengan menambahkan sosok tersebut karyanya menjadi enigmatik dan memberikan pertanyaan Apakah sebetulnya sosok tersebut sebetulnya tidak ada? dan hanya ada dipikiran model wanitanya saja? Permainan perspektif yang sengaja sedikit dimainkan dan tidak akurat pada lukisan ini adalah salah satu alasan mengapa ia disebut-sebut sebagai salah satu Bapak Seni Modern.

Rabu, 28 Agustus 2019

Teknik Lukis Trompe-l’œil


Escaping Criticism oleh Pere Borrell del Caso (1874)

Trompe-l’œil berasal dari frasa Prancis yang berarti "menipu mata", dengan asal kata tromper yang berarti menipu dan l'œil yang berarti mata. Secara istilah Trompe-l'œil berarti teknik lukisan yang melibatkan teknik dan perhitungan tinggi untuk menyajikan objek-objek di dalam lukisan agar mampu menghasilkan ilusi optis untuk menipu persepsi otak terhadap imaji (image). Ilusi optis adalah ilusi (pengamatan yang tidak sesuai dengan pengindraan) yang terjadi karena kesalahan penangkapan mata manusia. Ada anggapan konvensional bahwa ada ilusi yang bersifat fisiologis dan ada ilusi yang bersifat kognitif . Ilusi fisiologis adalah kesan gambar yang terjadi setelah melihat cahaya yang sangat terang atau melihat pola gambar tertentu dalam waktu lama. Ini diduga merupakan efek yang terjadi pada mata atau otak setelah mendapat rangsangan tertentu secara berlebihan. 


Ilusi jaring yang berbinar atau ilusi jaring Hermann. 
Titik-titik hitam pada pertemuan garis tampak dan menghilang dengan cepat.

Ilusi kognitif diasumsikan terjadi karena anggapan pikiran terhadap sesuatu di luar. Pada umumnya ilusi kognitif dibagi menjadi ilusi ambigu, ilusi distorsi, ilusi paradoks dan ilusi fiksional.
1.   Pada ilusi ambigu, gambar atau objek bisa ditafsirkan secara berlainan. Contohnya adalah: kubus Necker dan vas Rubin.
2.    Pada ilusi distorsi, terdapat distorsi ukuran, panjang atau sifat kurva (lurus lengkung). Contohnya adalah: ilusi dinding kafe dan ilusi Mueller -Lyer.
3. Ilusi paradoks disebabkan karena objek yang paradoksikal atau tidak mungkin, misalnya pada segitiga Penrose atau 'tangga yang mustahil', seperti misalnya terlihat pada karya seni grafis M C Escher, berjudul "Naik dan Turun" serta "Air Terjun".

4.  Ilusi fiksional didefinisikan sebagai persepsi terhadap objek yang sama sekali berbeda bagi seseorang tetapi bukan bagi orang lain, seperti disebabkan karena schizoprenia atau halusinogen. Ini lebih tepatnya disebut dengan halusinasi.
Kubus Necker adalah sebuah ilusi optis yang pertama kali dipubllikasikan pada tahun 1832 oleh seorang kristalograf dari Swiss, Louis Albert Necker.
Kubus Necker adalah gambar garis berbentuk kubus yang bersifat ambigu (mendua, bisa dilihat dengan dua persepsi). Gambar tersebut berupa kerangka kubus dalam perspektif isometrik, yang berarti bahwa sisi kubus yang sejajar digambar berupa garis sejajar. Ketika dua garis bersilangan, gambar tersebut tidak menunjukkan mana yang depan dan mana yang belakang. Ini menyebabkan gambar tersebut bersifat ambigu; bisa ditafsirkan dengan dua cara yang berbeda.
Dari gambar kubus Necker ini dikembangkan bentuk "kubus mustahil".


Ilusi dinding kafe adalah sebuah ilusi optis yang dideskripsikan pertama kali oleh Doktor Richard Gregory. Ia mengamati efek yang membuat penasaran ini pada dinding porselen sebuah kafe di St. Michael's Hill, Bristol. Ilusi optis tersebut membuat garis-garis horizontal yang sebenarnya sejajar terlihat berbelok-belok. Ilusi dibangun dengan memasang "ubin" gelap dan terang secara berselang seling. Kemudian, tiap-tiap "ubin" diberi sekat tipis yang merupakan hal penting dalam penciptaan ilusi ini (dalam gambar berwarna abu-abu), yang idealnya merupakan warna antara warna gelap dan terang dari "ubin".


Segitiga Penrose, juga dikenal dengan sebutan tribar, adalah sebuah objek mustahil. Pertama kali diciptakan oleh seniman Swedia, Oscar Reutersvärd pada tahun 1934. Kemudian dirancang secara berdiri sendiri dan dipopulerkan oleh matematikawan, Roger Penrose pada tahun 1950-an. Ia mendeskripsikannya sebagai "kemustahilan dalam bentuk termurni". Bentuk ini ditampilkan secara menyolok dalam karya seniman grafis, M.C. Escher, yang karya-karyanya sebagian terinspirasi oleh penggambaran awal dari objek mustahil semacam itu. Gambar tersebut tampak sebagai sebuah bangun ruang, yang terbuat dari tiga balok lurus dengan penampang silang berbentuk segi empat, di mana ujung-ujungnya saling bertemu membentuk segitiga. Pola bangun ruang tersebut sebenarnya tidak bisa direalisasikan dalam bentuk 3 dimensi. Meskipun begitu, memungkinkan untuk dibuat bentuk 3 dimensi yang tampak seperti pola tersebut, tetapi bila dilihat dari sudut pandang tertentu.

Di Indonesia, teknik seni lukis Trompe-l'œil ini lebih populer disebut dengan lukisan 3 dimensi.

Sejarah
Istilah Trompe-l'œil ini baru muncul pada periode Barok (Dalam seni, Barok adalah istilah untuk suatu periode seni dan gaya seni yang mendominasinya. Gaya Barok menggunakan gerak yang dilebih-lebihkan dan detail yang jelas dan mudah ditafsirkan untuk menghasilkan drama, ketegangan, semangat yang hidup dan keagungan dalam seni patung, lukisan, sastra, dan musik. Gaya ini dimulai sekitar 1600 di Roma, Italia dan menyebar ke sebagian besar wilayah Eropa. Dalam musik, gaya Barok dikenakan pada periode akhir dari dominasi kontrapung yang imitatif). Kontrapung (bahasa Inggris: counterpoint, bahasa Belanda: kontrapunt) adalah salah satu teori musik yang mengajarkan seni susunan melodi banyak (polifoni) lahir sebelum dan pada Era Barok (1600-1750), yang berpuncak dengan karya Johann Sebastian Bach (1685-1750). Penggunaan teknik trompe-l'œil sebenarnya telah terjadi jauh sebelum era Barok (Nama ini diadaptasi dari kata sifat dalam bahasa Prancis yang diambil dari kata benda bahasa Portugis "barroco"). Biasanya teknik ini dipakai pada mural, sebagai contohnya di reruntuhan kota Pompeii. Contoh-contoh yang klise dari trompe-l'œil adalah jendela, pintu, atau koridor tiruan yang dimaksudkan menciptakan ilusi ruangan yang luas.
Dengan pemahaman yang sudah sangat dalam tentang perspektif pada masa Renaisans, pelukis sangat sering menambahkan teknik trompe-l'œil ke dalam lukisan mereka, untuk merusak batas antara imaji dan kenyataan. (Imaji diambil dari bahasa Inggris: image, yang jika diartikan dalam bahasa Indonesia yaitu Citra. Citra adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu objek, biasanya objek fisik atau manusia. Citra bisa berwujud gambar (picture) dua dimensi, seperti lukisan, foto, dan berwujud tiga dimensi, seperti patung). Dengan menggunakan teknik trompe-l’oeil  seekor lalat bisa saja terlihat menempel di atas bingkai lukisan, sehelai kertas terlihat menempel di atas papan tulis, atau orang yang terlihat menggapai lukisan.

Lukisan Andrea Pozzo di langit-langit gereja St. Ignazio.

Interior dari gereja Jesuit di bagian langit-langit sering memperlihatkan lukisan dengan teknik trompe-l'œil, lukisan itu dibuat pada periode mannerisme (Kata Mannerisme berasal dari kata Italia maniera yang berarti gaya. Kata ini merujuk kepada sentuhan personal seniman pencipta karya. Kata mannerisme digunakan oleh ahli sejarah seni sejak Perang Dunia I seperti Heinrich Wölfflin untuk menjelaskan gejala seni di Italia pada abad 16. Mannerism adalah gaya seni rupa, terutama seni lukis, yang berkembang setelah peristiwa jatuhnya kota Roma pada tahun 1527 sesaat setelah munculnya masa High Renaissance. Mannerisme memperlihatkan sisi individual seniman, di samping juga pengaruh seni klasik Roma dan Mannerisme digunakan untuk menjelaskan gaya seni pada rentang waktu 1530 sampai 1580 yang memperlihatkan lukisan-lukisan dengan proporsi tubuh seperti ditarik memanjang, beberapa deformasi bentuk, dan pose-pose janggal dengan tujuan menciptakan dramatisasi). Lukisan-lukisan ini biasanya memperlihatkan usaha anamorphosis (Anamorfisme berarti penyajian perspektif atau proyeksi yang terdistorsi. Lebih khusus istilah ini mengacu kepada imaji yang terdistorsi sedemikian rupa hingga hanya akan terlihat normal jika dilihat dari sudut tertentu) dari dasar gereja menuju langit untuk memperlihatkan proses pengangkatan Yesus atau Bunda Maria.

Painter with a Pipe and Book oleh Gerard Dou (c.1654)

Trompe-l'œil juga bisa ditemukan di berbagai furnitur, seperti meja ataupun kursi, seperti misalnya kartu permainan yang bisa terlihat sangat nyata di atas meja.
Teknik ini diperkenalkan kembali di Amerika Serikat pada abad 19 oleh pelukis William Harnett. Pada abad 20, Richard Haas membuat mural dengan pemanfaatan teknik trompe l'œil di kota-kota Amerika.
Di dalam film animasi, teknik trompe-l'œil sering ditemukan dalam Looney Tunes. Misalnya di dalam Road Runner, Wile E . Coyote menggambarkan terowongan palsu tetapi Road Runner selalu berhasil berlari menembusnya. Saat Coyote dengan bodoh mengikuti Road Runner, ia malah menabrak lukisan tersebut.

Mural di Schwetzingen, Germany

Mural di Lyon, France

Senin, 26 Agustus 2019

MiniArtMalang#2 : Beyond The Lines

Pada hari Jum'at Kliwon malam, tanggal 23 Agustus 2019 dibuka kegiatan pameran dengan tajuk Beyond The Lines oleh Mini Art Malang di gedung Dewan Kesenian Malang yang bertempat di Jl. Majapahit No. 3 Malang. Mini Art Malang diprakasai oleh Studio Dinding Luar (SDL) merupakan sebuah even seni rupa yang diproyeksikan menjadi sebuah acara tahunan di kota Malang. Mini Art Malang sendiri bertujuan untuk mewadahi serta menampilkan pencapaian artistik mutakhir melalui keberagaman karya dari perupa-perupa se-Malang Raya, yang secara intens berkarya dan bereksplorasi dengan berbagai bentuk ekspresi, ide hingga berbagai jenis media yang digunakan.

Dari penyelenggaraan Mini Art Malang tahun ini diharapkan dapat berkembang menjadi sebuah perhelatan berskala nasional.
Sembari menunggu pembukaan, ada penampilan solo gitar yang sangat bagus dari Rahmayani Hafsari dan dilanjutkan oleh Yuan Marcelita. setelah penamp[ilan mereka berdua ada performance art oleh Gembo dkk. Kemudian selanjutnya pameran dibuka oleh bapak dr. Oei Hong Djien, seorang kolektor dan kurator seni rupa Indonesia terkenal asal Magelang, Jawa Tengah. 
Poster Digital Pameran 


Dua gitaris klasik yang turut membuka pameran

dr. Oei Hong Djien pembuka pameran

Performance Art oleh Gembo DKK


 Suasana pembukaan pameran yang dipenuhi pengunjung



 Beberapa karya yang dipamerkan

Dari kiri ke kanan dr. Oei Hong Djien, Lek Budi, Mas Dadang Rukmana selaku panitia dan pengelola pameran

Selain kegiatan pameran, ada juga kegiatan pemutaran video serta dialog atau sarasehan.
Mini Art Malang, bisa jadi adalah sebuah identitas baru dari perjalanan kesenian khususnya seni rupa di Kota Malang. Ukuran karya yang mini (kecil) menjadi karakteristik dari even ini.

Kamis, 15 Agustus 2019

TUPALO: Kata dan Rupa Gorontalo

Pameran ini menjadi penanda bahwa perupa yang tergabung dalam Tupalo, memegang konsistensi perjuangan bagi kehidupan kreativitas yang telah dideklarasikan. Tidak cukup hanya menyatakan diri lahir dan ada semata, sebagai entitas hidup fase selanjutnya adalah perjuangan untuk tumbuh dan berkembang. Dari ada menjadi meng'ada' (being). Meng'ada' bukan hanya sekedar menjalani hidup secara alamiah, tetapi berjuang untuk dapat hidup. Perjuangan yang panjang, dan sangat tidak mudah untuk dijalani. Perlu strategi dan perencanaan baik yang bersifat taktis jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh sebab itu dibutuhkan sebuah spirit, yaitu energi yang menjadi daya kehidupan itu sendiri. Spirit bisa datang dari luar diri sebagaimana matahari yang cahayanya menjadi penopang sumber energi kehidupan di Bumi. Tetapi spirit sejatinya adalah daya hidup internal sebagaimana Ruh yang menghidupkan mesin organik tubuh kita sebagai makhluk hidup.
(Wayan Seriyoga, kurator pameran)


Bulatnya bulan purnama di Agustus 2019 dan dinginnya malam kota Batu merupakan pertanda alam yang baik atas dibukanya pameran seni rupa kelompok Tupalo. Pameran ini dibuka oleh pelukis senior kota Batu yaitu Koeboe Sarawan hari Rabu malam sekitar jam 19.00 WIB, tanggal 14 Agustus 2019 di Studio Jaring kota Batu (Studio Jaring merupakan milik salah satu anggota kelompok Tupalo, yaitu Iwan Yusuf).
Cikal bakal kehadiran kelompok Tupalo dalam kancah seni rupa di Indonesia dimulai saat mereka mendeklarasikan diri di Galeri Nasional Jakarta pada tahun 2018 lalu. Nama Tupalo sendiri berasal dari tema pameran saat itu yang akhirnya diangkat menjadi nama kelompok perupa yang berasal dari Gorontalo.
Pada pameran yang digelar untuk kedua kalinya ini, kelompok Tupalo juga mengundang beberapa perupa dari luar Gorontalo, yaitu dari Jakarta, Malang, Batu, dan Bali.
Selain kegiatan pameran seni rupa, kelompok Tupalo juga mengenalakan berbagai macam informasi tentang seni musik, seni teater, seni sastra, aneka kuliner, agama, politik, geologi dan lain-lain yang ada dan berkembang di Gorontalo hingga saat ini, semuanya itu mereka tulis dalam buku sekaligus katalog pameran.

Pameran dibuka oleh Koeboe Sarawan


Aneka kuliner khas Gorontalo sebagai hidangan untuk dinikmati oleh seniman dan pengunjung pameran


Pengantar kuratorial


Bulalo Limutu
Muhammad Rifai Kastili
(132 x 100 cm)


Into The Light
Rizal Misilu
(80 x 80 cm)


Reset
Moh. Hidayat Dangkua
(86 x 73 cm)


Empty Signature
Nirwan Dewanto
(29,7 x 42 cm)


Cahaya Untukmu
Pipin Idris
(100 x 120 cm)


Tak Ada Ombak, Bukan Samudera
Iwan Yusuf
(93 x 93 cm)


Jejak Ibu
Laila Tifah
(90 x 90 cm)


Yang Lalu dan Yang Akan Datang Tak Terbilang
Dadang Rukmana
(176 x 120 cm)


Saronde in Package
Muh. Aziz Al Katiri


Ibu
Mohammad Katili

Tidak semua karya bisa saya dokumentasikan, namun keragaman bentuk karya seni rupa yang dipamerkan serta tulisan-tulisan yang dimuat pada buku sekaligus katalog pameran, bisa saya simpulkan bahwa Gorontalo memiliki eksotisme tersendiri pada karya-karya yang dihasilkan oleh para seniman maupun para pelaku budaya, baik itu karya seni rupa, seni musik, teater, sastra, kuliner, maupun hasil-hasil budaya yang lainnya. Tak salah jika masyarakat Gorontalo disebut memiliki budaya Moleleyangi atau dalam bahasa Indonesia disebut Merantau. Melalui pameran kali ini eksistensi budaya Moleleyangi dalam ranah seni diperkokoh oleh kelompok Tupalo.