Jumat, 14 Februari 2020

Ero Guro: Kecantikan tanpa racun = membosankan

Maboroshimakura 2, 1972 - Toshio Saeki

Ero guro (nansensu), adalah sebuah genre artistik yang berfokus pada erotisme, korupsi seksual, dan dekadensi (kemerosotan (tentang akhlak); kemunduran (tentang seni, sastra). Sebagai sebuah istilah, kata ini digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang erotis dan aneh.
Ero guro nansensu merupakan istilah wasei-eigo (adalah kata-kata bahasa Jepang yang dibuat dari menggabungkan dua kata dari bahasa Inggris sehingga terbentuk arti baru yang sama sekali tidak dikenal dalam kosakata bahasa Inggris.) adalah gerakan budaya, seni dan sejarah yang merupakan penggabungan filosofi politik yang berubah menjadi estetika. Seniman, penyair, pembuat film, musisi, dan seni tato telah memadukan konsep pada karya mereka dan menciptakan salah satu gerakan seni pertama yang membentang selama berabad-abad
Hatu, 1972 - Toshio Saeki

Istilah Ero Guro Nansensu berasal dari kata: ero dari "ero(tic)", guro dari "gro(tesque)", dan nansensu dari "nonsense". Dalam kenyataannya, "keanehan" yang tersirat dalam istilah ini merujuk pada hal-hal yang cacat, tidak alami, atau mengerikan. Barang-barang yang bersifat pornografi dan berdarah belum tentu ero guro, dan sebaliknya.
Ero guro nansensu, dicirikan sebagai "Berawal pada masa prewar (sebelum perang), fenomena budaya borjuis yang mengabdikan dirinya untuk eksplorasi yang menyimpang, yang aneh, dan yang konyol," terwujud dalam budaya populer Taisho Tokyo selama tahun 1920-an pada era Shōwa. Periode Shōwa (25 Desember 1926–7 Januari 1989) adalah salah satu nama zaman di Jepang pada abad ke-20. Zaman Shōwa berlangsung pada masa pemerintahan Kaisar Shōwa (Hirohito), sejak Kaisar Hirohito naik tahta pada 25 Desember 1926 hingga wafat pada 7 Januari 1989. Tahun Shōwa berlangsung hingga tahun 64 Shōwa, dan merupakan masa pemerintahan terpanjang dari seorang kaisar di Jepang (62 tahun 2 minggu), walaupun tahun terakhir zaman Shōwa (tahun 64 Shōwa) hanya berlangsung selama 7 hari.

Lucy's Mutation, 2014Takato Yamamoto

Selama zaman Shōwa, Jepang memasuki periode totalitarianisme politik, ultranasionalisme, dan fasisme yang berpuncak pada invasi ke Tiongkok pada tahun 1937. Peristiwa tersebut merupakan bagian dari masa konflik dan kekacauan di seluruh dunia, seperti halnya Depresi Besar dan Perang Dunia II.

Ecstasy of Linked Circles, 2015Takato Yamamoto

Penulis Ian Buruma menggambarkan suasana sosial saat itu sebagai "hedonisme yang gelisah, kadang-kadang nihilistik yang membawa Weimar Berlin ke pikiran." (Budaya Weimar adalah kemunculan seni dan sains yang terjadi di Jerman selama Republik Weimar, yang terakhir pada saat periode antar perang antara kekalahan Jerman dalam Perang Dunia I pada 1918 dan Hitler naik ke tampuk kekuasaan pada 1933. pada tahun 1920-an Berlin berada di pusat kesibukan budaya Weimar).

Inspectionism Man, 2012Takato Yamamoto

Akar gaya genre Ero Guro kembali ke seniman seperti Tsukioka Yoshitoshi (1839 - 9 Juni 1892 yaitu seorang seniman Jepang yang secara luas diakui sebagai ahli Ukiyo-e terakhir. Kariernya ada selama dua era yaitu tahun terakhir Jepang feudal kuno, dan tahun pertama Jepang modern baru, Ukiyo-e ialah sebutan untuk teknik cukil kayu yang berkembang di Jepang pada zaman Edo yang digunakan untuk menggandakan lukisan pemandangan, keadaan alam dan kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Dalam bahasa Jepang, "ukiyo" berarti "zaman sekarang," sedangkan "e" berarti gambar atau lukisan. Istilah ukiyo-e sekarang semata-mata digunakan untuk lukisan berwarna-warni (nishiki-e) yang dihasilkan teknik cukil kayu (woodprinting), tetapi sebenarnya pada zaman dulu istilah ukiyo-e juga digunakan untuk lukisan asli yang digambar dengan menggunakan kuas). Seniman Ukiyo-e seperti Utagawa Kuniyoshi mempresentasikan tema serupa dengan perbudakan, pemerkosaan dan penyaliban erotis.

Nemurike, 1972 - Toshio Saeki

Ero guro juga merupakan elemen dari banyak film horor Jepang dan pinku eiga, khususnya pada 1960-an dan 1970-an. Ada seniman Ero Guro modern, beberapa di antaranya mengutip Erotic Grotesque Nonsense sebagai pengaruh pada karya mereka. Para seniman ini mengeksplorasi mengerikan yang bercampur dengan nuansa seksual. Seringkali elemen erotis, bahkan ketika tidak eksplisit, digabung dengan tema aneh dan fitur yang mirip dengan karya H. R. Giger. Yang lain memproduksi karya ero guro dengan tema pornografi seperti hentai Jepang yang melibatkan darah, kengerian, cacat, kekerasan, mutilasi, urin, enema, atau feses. Seniman manga guro terkenal termasuk Suehiro Maruo, Hajime Yamano, Jun Hayami, Go Nagai, Shintaro Kago, Toshio Maeda, Henmaru Machino, Yamamoto Takato, Horihone Saizo, dan Waita Uziga.
Madoromi, 2015Toshio Saeki

Dalam suatu wawancara dengan Artsy, Toshio Saeki mengatakan "Visi yang saya perlihatkan kepada orang-orang adalah hal-hal yang tidak dapat dipahami dari ero [erotika] dan misteri," kata Saeki kepada Artsy. "Jika kenyataan yang tersembunyi di jiwaku — bahkan jika itu hanya bagian terkecil darinya - mampu membangkitkan sesuatu di mata penonton, maka niatku telah tercapai." 
Toshio Saeki adalah seorang ilustrator, pelukis, dan “Godfather of Japanese Erotica” telah meninggal pada usia 74 tahun (Lahir pada tahun 1945 di Miyazaki - Meninggal 21 November 2019).
Nagusame, 1976Toshio Saeki


Tidak ada komentar:

Posting Komentar