Salah satu koleksi Tropen museum Belanda ialah sebuah keris sajen (keris ini sering disebut keris Majapahit bagi orang Belanda)
Keris ini seluruhnya terbuat dari besi tempa, memiliki mata lurus dan lebar. Bagian bawah keris tumpul di satu sisi (gandik), sisi lain kehabisan titik tajam. Bagian ini menunjukkan garis horizontal pada jarak tertentu dari tepi. Pada bagian pesi (gagang keris) memiliki bentuk sosok manusia dengan wajah jernih, mulut, mata, kalung dan lengan panjang. Sosok tersebut memiliki posisi berdiri. Keris ini ditemukan pada tahun 1842 di stupa Borobudur.
Diasumsikan bahwa keris tersebut ditempatkan pada sebuah upacara di suatu tempat antara tanggal empat belas dan tahun 1526, akhir periode Majapahit. Meskipun keris semacam itu disebut "Keris Majapahit", diduga bahwa gaya keris ini membuatnya lebih tua dari pada masa kerajaan Majapahit, abad ke-14 dan 15
Jumat, 27 Oktober 2017
de kris van Knaud' (Keris Knaud)
Salah satu peninggalan budaya kita yang benar-benar unik ialah keris legendaris ini. Keris ini ialah salah satu koleksi Tropen Museum, Belanda.
Keris ini dikenal dengan nama "de kris van Knaud" (keris Knaud)
Nama keris tersebut diambil dari nama Charles Knaud (1840-1897), seorang Belanda yang agak eksentrik yang lahir dan besar di Jawa, ia merasa sangat tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistisisme pulau ini. Dia belajar tentang dukun, penyembuh tradisional Jawa. Reputasinya dalam hal ini terbukti begitu hebat, sehingga pernah suatu saat ia dipanggil oleh seorang penguasa Jawa, Paku Alam V (1878-1900), yang putra sulungnya sakit parah. Knaud mencatat bahwa putra mahkota adalah korban guna-guna, ilmu hitam, dan berhasil menyembuhkannya. Suksesi takhta diamanatkan dengan itu, dan sebagai hadiah, Knaud diberi pusaka tertua dan paling berharga yaitu: sebuah keris.
Keris ini digambarkan dan digambarkan dalam 'Introduction to Hindu Javanese Art', sebuah karya standar klasik dari dokter indologis ternama. N.J. Chrom, (kepala Layanan Antiquarian di Belanda-India). Gambar menunjukkan pisau yang besinya sangat terpengaruh oleh waktu. Modelnya adalah sebuah buaya keris dengan cincin baja besi, metuk, dan setengah malaikat yang rusak.
Yang luar biasa, adalah bahwa bilah di kedua sisi sebagian dilapisi dengan pelat tembaga tipis di mana adegan epik Ramayana diterapkan. Di satu sisi seseorang melihat embun beku dengan dua pelayan kerdil; Terbalik, Sita dan Jenderal Hanuman digambarkan, lalu sikap Rahwana dengan salah satu penasihatnya, dan akhirnya seorang pemanah yang menunjuk anak panahnya ke Hanuman memanjat pohon. Pada sisi lain menunjukkan sebuah perjuangan dimana Hanuman berada dalam mata dengan tentara musuh yang menindas.
Bagian dasar bilah besi juga ada tembaga dan menunjukkan representasi jelas dari kepala ular, seekor rusa melompat, cangkang bersayap, Ganesha dan wajah kecil.
Keris ini memiliki angka terukir tahun 1264 Saka (dalam kalender Masehi yaitu tahun 1342).
'Keris Knaud' adalah keris pertama yang bisa diketahui dengan persis waktu penciptaannya.
Atribut kuningan dan penyebutan tahun pada sebuah keris sangat tidak biasa. Umumnya Keris tidak memiliki tanggal dan lapisan logam tambahan (pada masa itu).
Keris tersebut pernah dicuri oleh penjajah Jepang di Hindia Belanda selama Perang Dunia Kedua dan dibawa ke Jepang. Chrom melaporkan pada tahun 1920 bahwa keberadaan keris sudah tidak diketahui lagi. Menjelang akhir hayatnya, Charles Knaud pindah ke Belanda dan kemungkinan besar mengambil hadiah kerajaannya. Akhirnya, keris tersebut ditemukan pada musim panas 2002: di kubah bank keluarga Knaud. Setelah konsultasi akhirnya disepakati bahwa keris unik ini dapat dipamerkan sebagai pinjaman jangka panjang di museum Tropen.
Keris ini memiliki bobot 253 gram.
Keris ini dikenal dengan nama "de kris van Knaud" (keris Knaud)
Nama keris tersebut diambil dari nama Charles Knaud (1840-1897), seorang Belanda yang agak eksentrik yang lahir dan besar di Jawa, ia merasa sangat tertarik pada ilmu pengetahuan dan mistisisme pulau ini. Dia belajar tentang dukun, penyembuh tradisional Jawa. Reputasinya dalam hal ini terbukti begitu hebat, sehingga pernah suatu saat ia dipanggil oleh seorang penguasa Jawa, Paku Alam V (1878-1900), yang putra sulungnya sakit parah. Knaud mencatat bahwa putra mahkota adalah korban guna-guna, ilmu hitam, dan berhasil menyembuhkannya. Suksesi takhta diamanatkan dengan itu, dan sebagai hadiah, Knaud diberi pusaka tertua dan paling berharga yaitu: sebuah keris.
Keris ini digambarkan dan digambarkan dalam 'Introduction to Hindu Javanese Art', sebuah karya standar klasik dari dokter indologis ternama. N.J. Chrom, (kepala Layanan Antiquarian di Belanda-India). Gambar menunjukkan pisau yang besinya sangat terpengaruh oleh waktu. Modelnya adalah sebuah buaya keris dengan cincin baja besi, metuk, dan setengah malaikat yang rusak.
Yang luar biasa, adalah bahwa bilah di kedua sisi sebagian dilapisi dengan pelat tembaga tipis di mana adegan epik Ramayana diterapkan. Di satu sisi seseorang melihat embun beku dengan dua pelayan kerdil; Terbalik, Sita dan Jenderal Hanuman digambarkan, lalu sikap Rahwana dengan salah satu penasihatnya, dan akhirnya seorang pemanah yang menunjuk anak panahnya ke Hanuman memanjat pohon. Pada sisi lain menunjukkan sebuah perjuangan dimana Hanuman berada dalam mata dengan tentara musuh yang menindas.
Bagian dasar bilah besi juga ada tembaga dan menunjukkan representasi jelas dari kepala ular, seekor rusa melompat, cangkang bersayap, Ganesha dan wajah kecil.
Keris ini memiliki angka terukir tahun 1264 Saka (dalam kalender Masehi yaitu tahun 1342).
'Keris Knaud' adalah keris pertama yang bisa diketahui dengan persis waktu penciptaannya.
Atribut kuningan dan penyebutan tahun pada sebuah keris sangat tidak biasa. Umumnya Keris tidak memiliki tanggal dan lapisan logam tambahan (pada masa itu).
Keris tersebut pernah dicuri oleh penjajah Jepang di Hindia Belanda selama Perang Dunia Kedua dan dibawa ke Jepang. Chrom melaporkan pada tahun 1920 bahwa keberadaan keris sudah tidak diketahui lagi. Menjelang akhir hayatnya, Charles Knaud pindah ke Belanda dan kemungkinan besar mengambil hadiah kerajaannya. Akhirnya, keris tersebut ditemukan pada musim panas 2002: di kubah bank keluarga Knaud. Setelah konsultasi akhirnya disepakati bahwa keris unik ini dapat dipamerkan sebagai pinjaman jangka panjang di museum Tropen.
Keris ini memiliki bobot 253 gram.
Rabu, 22 Maret 2017
Periodisasi Keris : Zaman Kabudan
Dalam
dunia perkerisan di Indonesia untuk menentukan periodisasi keris terlebih
dahulu para ahli melakukan suatu perkiraan bilah keris yang disebut dengan menangguh.
Menangguh berasal dari kata tangguh yang memiliki pengertian suatu cara untuk memperkirakan
tahun pembuatan keris atau bisa juga memperkirakan gaya (style) keris yang
merujuk pada wilayah tertentu. Istilah gaya (style) wujud atau bentuk keris
dalam dunia perkerisan disebut dengan pasikutan.
Pasikutan
atau sikutan adalah istilah untuk menilai gaya irama bentuk serta kesan
perwatakan tosan aji, khususnya keris (Ensiklopedia Keris, 2011). Ada beberapa
macam jenis pasikutan dalam dunia perkerisan, yaitu :
1. Pasikutan
kaku, yaitu bentuk bilah keris yang cenderung tidak serasi dan janggal,
2.
Pasikutan wingit, yaitu bentuk bilah keris
yang cenderung menimbulkan suasana menyeramkan atau terkesan angker,
3.
Pasikutan prigel, yaitu bentuk bilah keris
yang terkesan tangkas dan terampil,
4.
Pasikutan sedeng, yaitu bentuk bilah keris
yang sedang (tidak terlalu panjang atau terlalu pendek),
5.
Pasikutan demes, yaitu bentuk bilah keris
yang rapi dan enak dipandang,
6.
Pasikutan wagu, yaitu bentuk bilah keris yang
kurang serasi dan kurang harmonis,
7.
Pasikutan odol, yaitu bentuk bilah keris yang
kasar dan terkesan asal jadi,
8.
Pasikutan kemba, yaitu bentuk bilah keris
yang hambar,
9.
Pasikutan tanpa semu, yaitu bentuk bilah
keris yang tidak mempunyai kesan,
10. Pasikutan
sereng, yaitu bentuk bilah keris yang terkesan galak dan keras,
11. Pasikutan
bagus atau ayu, yaitu bentuk bilah keris yang terkesan menyenangkan, luwes.
Selain dari gaya (style)
bilah keris, memperkirakan asal-usul keris bisa juga dari kesan perabaan bilah
keris itu sendiri, warna bilah keris (cenderung kebiruan, kemerahan, kehijauan
dsb.), pengetrapan bahan pamor, dan ricikan (komponen-komponen) bilah keris.
Periodisasi keris secara
umum di Indonesia dibagi menjadi beberapa zaman yaitu :
1.
Zaman kuno (125 M – 1125 M)
2.
Madya kuno ( 1126 M – 1250 M)
3.
Sepuh tengahan (1251 M – 1459 M)
4.
Tengahan (1460 M – 1613 M)
5.
Nom (1614 M – 1945 )
6.
Kamardikan (1945 – sekarang)
Sedangkan periodisasi
kerajaan di Indonesia ialah :
1.
Salakanagara (130-362)
2.
Kutai (abad ke-4)
3.
Tarumanagara (358–669)
4.
Kendan (536–612)
5.
Galuh (612-1528)
6.
Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7)
7.
Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13)
8.
Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)
9.
Kerajaan Medang (752–1006)
10. Kerajaan
Kahuripan (1006–1045)
11. Kerajaan
Sunda (932–1579)
12. Kediri
(1045–1221)
13. Dharmasraya
(abad ke-12 sampai ke-14)
14. Singhasari
(1222–1292)
15. Majapahit
(1293–1500)
16. Malayapura
(abad ke-14 sampai ke-15)
Baik periodisasi keris
maupun periodisasi kerajaan di Indonesia memang diakui memiliki berbagai versi.
Hal ini semakin menambah kazanah pengetahuan dari sudut pandang manakah kita
akan mempelajarinya.
Pada zaman kuno, periodisasi
keris masih dibagi dua masa, yaitu masa kadewatan dan masa kabudan.
Sebagian pecinta keris
menganggap bahwa masa kabudan ini terjadi sekitar abad ke-6 sampai 9 atau 10,
yakni seperiode dengan masa-masa pembangunan candi Borobudur sampai dengan masa
kerajaan Kahuripan (Ensiklopedi Keris, 2011). Dari periodisasi kerajaan di atas
dapat kita simpulkan bahwa masa kabudan berlangsung di era kerajaan Galuh
(612-1528), Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7), Sriwijaya (abad ke-7 sampai
ke-13), Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9), Medang (752–1006), dan Kahuripan
(1006–1045).
Pada masa kabudan ini empu
pencipta keris diantaranya ialah :
1.
Empu Mayang (725)
Karya empu Mayang ialah Sang
Carubuk, Kebo Lajer dan keris Singha. Dari nama keris yang diciptakan bisa jadi
empu Mayang ialah empu Dewayasa II.
2.
Empu Sarpadewa
Beliau hidup pada masa
negeri Mamenang, karyanya berupa 3 bilah keris pusaka yang diberi nama Sang
Cengkrong, Sang Damarmurup, Sang Carita. Ada kisah tentang empu Sarpadewa yang
terkenal yaitu saat beliau didatangi seorang dari negeri tetangga dan dimohon
untuk membuatkan keris pusaka untuk orang tersebut. Karena kecantikan si
pemesan yang juga seorang nahkoda kapal, empu Sarpadewa kemudian jatuh cinta.
Dengan segera empu Sarpadewa mewujudkan keris pusaka yang dipesan oleh
perempuan itu. Pembuatan keris pusaka ini ternyata diketahui oleh raja Mamenang
dan membuat murka sang raja. Empu Sarpadewa akhirnya diusir keluar dari negeri
tersebut, dan keris pusaka diserahkan kepada sang nahkoda kapal.
3.
Empu Ramayadi
Beliau hidup sekitar tahun
827, karyanya ada tiga bilah pusaka yaitu Sang Pandawa, Sang Kresna Tanding,
dan Sang Bhimakroda. Empu Ramayadi bukanlah penduduk asli negeri Mamenang namun
berasal dari negeri lain. Karena kepandaiannya dalam bergaul dan melebur dalam
kebudayaan negeri Mamenang, beliau merasa diterima sebagai warga Mamenang.
4.
Empu Gadawisesa
Beliau hidup sekitar tahun
941 dan berhasil menciptakan dua bilah keris pusaka, yaitu Sang Megantara dan
Sang Rarasjiwa atau disebut juga Rarasduwa, ada juga yang menyebutnya keris
Lara Siduwa. Adapun pembuatan kedua keris pusaka tersebut atas titah Prabu
Citrasoma di Pengging.
5.
Empu Windudibya
Beliau hidup sekitar tahun
1119, adapun keris pusaka yang diciptakan ialah Sang Panjisekar, Sang
Carangsoka, Sang Panjianom, dan Sang Sekargading. Keris-keris pusaka tersebut
dibuat atas titah Prabu Amiluhur di Jenggala.
6.
Empu Kandangdewa
Beliau hidup pada masa
Kahuripan yaitu sekitar tahun 1045. Empu Kandangdewa diyakini masih satu
perguruan dengan empu Kanwa, namun empu Kanwa lebih memilih menekuni dunia
kesusastraan karena menganggap apapun yang berwujud senjata akan menimbulkan
peperangan. Pada masa Kahuripan dipimpin oleh Airlangga empu Kanwa telah
menciptakan karya sastra agung yang berjudul Arjuna Wiwaha. Ada cerita yang
menarik tentang empu Kandangdewa, yaitu saat beliau melakukan suatu perjalanan
dan bertemu dengan seorang pertapa yang bernama Sang Jatinindra. Sang
Jatinindra tak lain ialah Airlangga yang merupakan raja Kahuripan. Dalam
pertemuannya itu Sang Jatinindra menyarankan agar empu Kandangdewa untuk
mengabdikan dirinya ke negeri Jenggala. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
pada sekitar akhir tahun 1042, raja Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua,
yaitu bagian barat bernama Kadiri beribu kota di Daha, diserahkan kepada Sri
Samarawijaya, serta bagian timur bernama Janggala beribu kota di Kahuripan,
diserahkan kepada Mapanji Garasakan. Setelah turun takhta, raja Airlangga menjalani hidup sebagai pertapa
sampai meninggal sekitar tahun 1049. Untuk menyamarkan namanya maka raja
Airlangga menggunakan nama Sang Jatinindra. Dalam rentang waktu satu tahun,
empu Kandangdewa telah berhasil menciptakan tiga bilah pusaka, yaitu Sang
Sabukinten, Sang Jalak, dan Sang Kalawelang.
7.
Empu Windusarpa
Beliau hidup sekitar tahun
1000 – 1100. Keris pusaka yang dibuat oleh empu Windusarpa ada tiga bilah,
yaitu Sang Barojol, Sang Bethok, dan Sang Larbango. Empu Windusarpa diyakini
ialah nama lain dari empu Kandangdewa (berdasarkan keris yang dibawa saat
menghadap prabu Jayengrana). Ada cerita saat pertama kali empu Kandangdewa
menghadap ke Prabu Jayengrana raja Jenggala saat itu, sang prabu terperanjat
karena seakan-akan ia melihat seekor ular yang melilit tubuh empu Windusarpa.
Namun ternyata bukanlah ular yang melilit tubuh empu Kandangdewa, melainkan
keris pusaka Sang Kalawelang. Dan sejak saat itu empu Kandangdewa diterima
mengabdi di kerajaan Jenggala dan mengubah namanya menjadi empu Windusarpa.
8.
Empu Wareng
Keris pusaka yang dibuat
empu Wareng sekitar tahun 1100 – 1103 pada
masa Pengging Witaradya. Ada tiga bilah keris pusaka ciptaannya yaitu Sang
Lunggadung, Sang Pandawa Lare, dan Sang Supana. Namun setelah menciptakan
ketiga bilah pusaka itu, beliau meninggal dunia sehingga tidak ada lagi keris
yang diciptakannya.
9.
Empu Gandawijaya
Empu gandawijaya hidup
sezaman dengan empu Wareng yaitu pada masa Pengging Witaradya. Beliau
menggantikan kedudukan empu Wareng sebagai empu kepercayaan sang raja.
Sepeninggal empu Wareng tidak ada satupun empu yang menciptakan keris di negeri
tersebut. Dan pada tahun 1125 empu Gandawijaya mulai menciptakan keris pusaka.
Dan selama hidupnya empu Gandawijaya hanya membuat tiga bilah keris yaitu Sang
mengeng, Sang Carubuk, dan Sang Buntala. Selain itu empu Gandawijaya juga
membuat keris patrem, yaitu keris yang berukuran kecil dan diperuntukkan kaum
perempuan. Adapun keris patrem yang beliau ciptakan ialah Nyi Carangbuntala,
Nyi Pulut Benda, dan Nyi Puthut.
Jika pada masa lalu keris
digunakan sebagi senjata dalam sebuah peperangan, namun pada perkembangan
selanjutnya keris mengalami perluasan fungsi. Keris dipandang sebagai senjata
untuk menempuh kehidupan.
Mengenai asal-usul nama
keris, Koesni (1979) menjelaskan bahwa keris berasal dari dua kata yaitu
kekeran dan aris yang disingkat menjadi keris. Kekeran memiliki arti pagar;
penghalang; peringatan; pengendalian. Sedangkan Aris berarti tenang; lambat;
halus. Jadi keris secara filosofi dianggap dapat ngeker atau memagari dan
menghalangi atau mampu mengendalikan si pemilik secara aris yang berarti halus
dan tenang atau secara lambat dan sabar.
Bahan bacaan :
1.
Koesni (Pakem Pengetahuan Tentang Keris,
1979)
2.
Dr. John Miksic ( Seri Indonesian Heritage :
Sejarah Awal, 2002)
3.
Prasida Wibawa (Pesona Tosan Aji, 2008)
4.
F.L. Winter (Kitab Klasik Tentang Keris,
2009)
5.
Bambang Harsrinuksmo (Ensiklopedia Keris,
2011)
6.
KRHT Hudoyo Doyodipuro, Occ (Keris Daya Magic
– Manfaat – Tuah – Misteri, 2012)
7.
Ki Juru Bangunjiwa (Keris Gagrak Kasultanan
Ngayogyakarta, 2014)
Selasa, 21 Maret 2017
Periodisasi Keris : Zaman Kadewatan
Kitab Maha Nidessa dari India pertengahan abad ke-3 SM sudah menyebut Jawa. Ramayana karya Valmiki yang kemungkinan ditulis pada abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM, menerangkan tentang Pulau Jawa yang disebut sebagai Yavadvipa (Pulau Jelai dalam bahasa Sansekerta) dengan tujuh kerajaan. Sebuah laporan Cina, Nan zhou i wou chih yang ditulis oleh Wan Zhen (222-280 M) menyebut tentang gunung-gunung berapi di Si-tiao, tanah yang subur, dan penduduknya memakai pakaian dari kulit kayu. Yang dimaksud dengan Si-tiai hampir pasti Pulau Jawa. Geographia karya Ptomely, seorang astronom Yunani dari Alexandria yang hidup sekitar tahun 100 M, mengisahkan tempat yang disebut labadiou. Sebutan ini mungkin dari kata Yavadivu, bahasa prakit untuk Yavadvipa.
Penemuan
cetakan tanah untuk pengecoran logam di beberapa situs daerah Bandung dan
Pejaten, Jakarta bagian selatan membuktikan bahwa orang Jawa sudah mampu
membuat atau memproduksi logam pada masa proto-sejarah (200 M – 600 M). Pada
masa ini kerajaan pertama yang diketahui di Indonesia ialah kerajaan Salakanagara
(130 M – 362 M) yang merupakan cikal bakal kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.
Jenis
artefak logam berbahan perunggu di Indonesia yang terkenal ialah nekara besar
dan dinamakan nekara Dong Son diduga diimpor setelah tahun 200 M dari
pusat-pusat kebudayaan Dong Son di Vietnam Utara. Nekara-nekara ini ditemukan
di sepanjang rangkaian pulau Sunda, dari Sumatera melalui Jawa ke Nusa Tenggara
dan mencapai Kepulauan Kai dekat Irian Jaya (Papua). Ada juga Nekara yang
ditemukan dari Kalimantan. Nekara digunakan sebagai tanda kebesaran raja atau
kepala suku yang ingin berkumpul dengan kalangan elit dari berbagai negara
lain. Selain Nekara, artefak lain yang diperkirakan dibuat pada masa ini di
pulau Jawa ialah berbagai kapak corong dengan bentuk ekor walet, bejana dari
Kerinci, Lampung dan Madura serta kapak upacara yang berukiran corak geometris
dan figuratif yang berasal dari pulau Roti.
Teknologi
pengolahan logam tentunya tidak melulu tentang teknik cetak lilin buang (a cire
perdue) yang digunakan untuk mencetak nekara, namun ada juga teknik tempa lipat
untuk membuat keris. Dalam buku-buku tentang keris dikenal masa kadewatan,
yaitu salah satu periodisasi dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa. Sebagian
pecinta keris menganggap zaman Kadewatan adalah imajiner, tidak nyata dan tidak
pernah nyata. Sebagian buku-buku kuno yang memuat tentang keris, seolah memberi
gambaran bahwa keris itu asal mulanya adalah senjata para dewa, dan dibuat oleh
empu-empunya kahyangan (Ensiklopedi Keris, 2011). Sebagian pecinta keris
menganggap bahwa era Kadewatan adalah zaman tertua dalam periodisasi keris.
Namun ada juga yang menganggap bahwa zaman tertua dalam periodisasi keris ialah
zaman Kabudan. Kabudan ialah salah satu periodisasi dalam dunia perkerisan di
Pulau Jawa. Sebagian pecinta keris menganggap zaman Kabudan berlangsung antara
abad ke-6 sampai 9 atau 10, yakni sezaman dengan pembangunan Candi Borobudur
sampai dengan awal zaman Kahuripan. (Ensiklopedi Keris, 2011). Dari pengertian
kedua zaman tersebut dapat disimpulkan bahwa zaman Kadewatan berlangsung
sebelum zaman Kabudan, jadi sebelum abad ke-6.
Penyebutan zaman pada dunia perkerisan
memang tidak sama dengan penyebutan zaman pada periodisasi kerajaan di
Indonesia.
Jika
zaman Kadewatan itu berlangsung sebelum abad ke-6, maka kerajaan-kerajaan yang
tercatat dalam sejarah di Pulau Jawa pada masa itu ialah Salakanagara (130-362),
Tarumanagara (358–669), Kendan (536–612). Pada masa itu empu-empu yang terkenal
ada beberapa yaitu :
1. Empu Ramahadi atau juga disebut empu Ramadi.
Beliau
hidup di zaman Jawa Kanda (sekitar tahun 125). Dalam cerita rakyat beliau
dianggap sebagai salah satu empu ketuunan dewa. Karyanya berupa 3 keris yang
diberi nama : Sang Lar Ngatap, Sang Pasupati dan Sang Cundrikarum.
2.
Empu Sakahadi atau
juga disebut empu Iskadi.
Beliau
hidup di zaman Medang Siwandata dan mengabdi pada prabu Dewakenanga. Beliau
dititahkan untuk membuat keris yang sakti. Dalam satu tahun empu Sakahadi
berhasil mewujudkan keinginan sang prabu. Keris ciptaannya dinamakan Sang
Jalakdinding atau disebut juga Sang Jalakjinjing. Keris ini diciptakan sekitar
tahun 216. Ketenaran sang empu Sakahadi membuat sang Prabu membunuhnya.
3.
Empu Sukmahadi.
Hidup
di sekitar tahun 230 (zaman Tulyanto) dan menetap di Jawa Timur. Beliau
membabar satu pusaka saja yang diberi nama Sang Kala Hamisani. Setelah
menciptakan (istilah dalam perkerisan : membabar) pusaka tersebut, beliau tidak
lagi mau menjadi empu, sebab memiliki firasat bahwa karyanya pasti merenggut
nyawa orang lain. Oleh sebab itu beliau memilih untuk mengasingkan diri ke
pulau Bali mendekati puncak gunung Merbuk.
4.
Empu Bramakedali
Beliau
hidup di zaman Medang Kamulan, sekitar tahun 261. Karyanya ada 2 bilah pusak
yang diberi nama Sang Balebang dan Sang Tilam Upih. Konon empu Bramakedali
kurang senang dengan Sang Tilam Upih hingga pusaka tersebut dibungkus dengan
klaras (daun pisang) kemudian dilarung di Laut Selatan.
5.
Empu Saptagati
Beliau
hidup di zaman Gilingwesi (sekitar tahun 165) bersama Prabu Naradigda. Beliau
membabar 3 bilah pusaka yang diberi nama : Sang Jaka Serang, Sang Supana Sidik,
dan Sang Jantra. Beliau mencapai umur lebih dari 100 tahun dan meninggal
sekitar tahun 265.
6.
Empu Pujagati
Beliau
hidup pada zaman negeri Purwacarita, sekitar tahun 418. Ada 2 pusaka yang belia
ciptakan yaitu : Sang Supanaluk (sempana luk), Sang bango Dholog.
7.
Empu Sanggagati
Beliau
hidup di negeri Purwacarita sekitar tahun 420. Empu tersebut merupakan murid
dari empu Pujagati yang dipercaya untuk meneruskan bakat sang guru. Setelah
empu Pujagati meninggal dunia, barulah empu Sanggagati berani menciptakan keris
buatannya sendiri. Keris ciptaannya ada dua bilah yaitu keris yang memiliki
lekuk atau luk dinamakan Sang Karagan dan keris yang lurus dinamakan Sang Setan
Kobar.
8.
Empu Dewayasa I
Beliau
hidup di zaman negeri Wiratha, atau ada yang menyebut negeri Japara sekitar
tahun 522. Ada 3 pusaka yang beliau ciptakan yaitu : Sang Ron Bakung, Sang
Yuyurumpung dan Sang Dadapngerak. Empu Dewayasa diperkirakan berasal dari
negeri Jambudwipa (India).
9.
Empu Dewayasa II
Beliau
hidup di zaman Purwacarita ketiga, beliau merupakan cucu dari empu Dewayasa
yang pertama, beliau menciptakan 3 bilah keris pusaka yang bentuknya sama
persis dengan pusaka buatan empu Dewayasa I. Pusaka tersebut dibuat secara
bersamaan, namun penamaannya yang berbeda dari nama pusaka buatan empu Dewayasa
I. Adapun keris pusaka buatan empu Dewayasa II ialah : Sang Carubuk, Sang
Kebolajer, dan Sang Kabor.
Istilah
penyebutan zaman pada buku-buku mengenai keris memang tidak sama dengan
penyebutan zaman untuk periodisasi kerajaan di Indonesia. Namun jika merujuk
pada penulisan tahun yang hampir semua buku tentang keris tidak ada perbedaan,
maka bisa jadi Masa Kadewatan itu bukanlah sebuah zaman yang bersifat imajiner
(khayal). Karena bisa jadi simbolisasi raja sebagai keturunan dewa yang
dicampur dengan naskah-naskah pada kitab suci yang menyebabkan kerancuan antara
fakta dan fiksi. Sebagai contoh ialah patung siwa yang diletakkan di dalam
candi-candi Hindu. Patung dewa siwa itu merupakan perlambang dari Raja yang
didharmakan pada candi tersebut. Pengetahuan tentang dewa-dewa tentu saja
berdasarkan dari kitab suci. Sedangkan raja adalah manusia yang dianggap
memiliki kekuatan seperti dewa, karena bisa jadi seorang raja memiliki jabatan
tertinggi dalam suatu kekuasaan, memiliki kewibawaan, kekuatan dan sifat-sifat
superior yang lainnya oleh karena itu ia bisa bertindak seolah-olah seperti
dewa. Atau mungkin sifat-sifat dewa itu dimiliki oleh raja, sehingga ada
anggapan bahwa raja itu adalah titisan dari dewa. Konsep Dewaraja inilah yang
menyebabkan keris pada zaman Kadewatan seolah-olah bersifat imajiner, saya
ambil contoh kisah tentang keris buatan empu Saptagati yang dibuat sekitar
tahun 265, raja yang menitahkan ialah Maha Raja Buda Kresna di Purwacarita,
riwayatnya yaitu : ketika raja Budawaka diperangi oleh raja Berawa di hutan
Tulyan, raja Budawaka dengan hulu balangnya kalah, lalu lari menuju ke tanah
Prayangan. Di hutan Medanggili, raja Budawaka berhenti dan bersemayam disitu.
Negeri Medanggili dipindah nama menjadi Gilingwesi. Raja Berawa kemudian
menjadi raja di negeri Medangkamolan. Sang Hyang Wisnu menjelma di Madyapada
yang kedua kalinya dan menjadi raja di Medangkamolan, raja Berawa dititahkan
merajai semua lelembut (makhluk halus atau jin). Raja Berawa selalu menurut
segala perintah Sang Hyang Wisnu, lalu Sang Hyang Wisnu berganti nama menjadi
raja Budakresna, negeri Medangkamolan dipindah juga menjadi negeri Purwacarita.
(Kitab Klasik Tentang Keris, 2009).
Penyebutan negeri Medangkamolan (ada
yang menyebut Medang Kamulan) pada cerita di atas tidak sama dengan penyebutan
Medang pada periodisasi kerajaan di Indonesia. Cerita di atas terjadi sekitar
tahun 265, sedangkan kerajaan Medang dalam periodisasi kerajaan di Indonesia
terjadi sekitar tahun 752–1006.
Ini sedikit ulasan saya tentang zaman
Kadewatan pada periodisasi keris di pulau Jawa, bagaimanapun juga periodisasi
kerajaan di Indonesia merupakan bagian yang sangat penting dalam membentuk
suatu peradaban dan kebudayaan sebuah bangsa. Bisa jadi masa proto-sejarah di
Indonesia adalah suatu keniscayaan dimana sejarah tentang perkerisan di
Indonesia diawali.
Bahan
bacaan :
1.
F.L. Winter (Kitab
Klasik Tentang Keris, 2009)
2.
Koesni (Pakem
Pengetahuan Tentang Keris, 1979)
3.
Bambang Harsrinuksmo
(Ensiklopedia Keris, 2011)
4.
Prasida Wibawa
(Pesona Tosan Aji, 2008)
5. Dr. John Miksic ( Seri Indonesian Hertage : Sejarah Awal,
2002)
http://www.vikingsword.com/ethsword/maisey/
http://www.vikingsword.com/ethsword/maisey/
Langganan:
Postingan (Atom)