Abstrak
Tulisan ini membahas tentang upaya
pelestarian keris yang merupakan warisan budaya leluhur kepada para generasi milenial agar mereka tidak gagal paham dan mendapatkan informasi
yang benar tentang keris. Melalui kurikulum pendidikan formal maka pengetahuan
tentang keris akan tersampaikan secara berkesinambungan. Dengan demikian maka
keris sebagai warisan budaya akan tetap lestari dan terus berkembang.
Kata kunci: Keris, milenial, gagal paham
Abstract
This paper discusses keris conservation
efforts which are ancestral cultural heritage to millennial generations so that
they do not fail to understand and get correct information about keris. Through
the formal education curriculum, the knowledge of keris will be conveyed
continuously. Thus the keris as a cultural heritage will remain sustainable and
continue to grow.
Keywords: Keris, millennial, fail to
understand
I. Pendahuluan
Semenjak keris
ditetapkan sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage
of Humanity atau mahakarya warisan kemanusiaan yang berwujud tak benda oleh
UNESCO (United Nation for Educational Scientific and Cultural Organisation)
dalam sidangnya di Paris pada tanggal 25 November 2005, upaya pelestarian
keris dari pemerintah maupun masyarakat umum melalui komunitas ataupun
lembaga-lembaga kemasyarakatannya baru terbatas pada
even-even pameran yang biasanya disertai bursa atau pasar keris dan terkadang
ada semacam workshop kecil oleh mPu di kegiatan tersebut. Namun belum nampak
upaya pelestarian keris secara signifikan melalui kurikulum
pendidikan yang berupa materi pelajaran untuk diajarkan di sekolah-sekolah, baik
di tingkat SD, SMP, maupun SMA yang dilegitimasi oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan RI.
Berbicara tentang keris, tentu saja tidak hanya ditinjau
atau dinilai dari aspek kebendaannya saja, namun masih banyak faktor
yang bisa dikaji selain wujud keris itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut diantaranya yaitu tentang nilai-nilai filosofi atau makna simbolis
dari bentuk-bentuk maupun corak-corak tertentu yang ada pada sebilah
keris, nilai-nilai spiritual, etika,
estetika, sosial, bahkan sampai nilai ekonomi.
Jika hal-hal
tersebut tidak diajarkan semenjak dini, maka penilaian masyarakat terhadap
keris semakin menjauhi nilai-nilai luhur yang ada pada keris. Bahkan ada
beberapa kelompok masyarakat yang membakar dan merusak keris dan menganggap
bahwa memiliki keris merupakan suatu kegiatan yang menyekutukan Tuhan, tentunya
hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh para
mPu melalui sebilah keris.
Menurut Koesni
(1979) keris berasal dari kata Ke
(singkatan dari Kekeran) dan Ris (singkatan dari Aris), kekeran memiliki arti
pagar; penghalang; peringatan; pengendalian. Sedangkan aris memiliki pengertian tenang; lambat; halus. Maksudnya adalah bahwa keris
diciptakan oleh mPu dengan tujuan dapat ngeker, yaitu sebagai pagar atau pengingat agar pemilik keris tersebut bisa
mengendalikan diri secara aris atau
secara halus dan tenang, tidak tergesa-gesa dan jauh
dari sifat ingin pamer maupun sifat-sifat negatif yang lainnya.
Agar nilai-nilai
luhur yang ada pada keris tidak punah dan tidak disalahpahami oleh para generasi
milenial, maka saya selaku pecinta keris sekaligus pengajar mata pelajaran seni
budaya di salah satu sekolah menengah pertama di kota Malang mengangap bahwa
materi tentang keris perlu diajarkan semenjak dini di sekolah agar semangat
nasionalisme dan rasa cinta tanah air pada diri siswa semakin kuat.
Diajarkannya materi tentang keris di sekolah merupakan sebuah solusi
pelestarian keris di era modernisasi yang berkesinambungan.
II. Isi
Keris merupakan
hasil budaya asli bangsa Indonesia. Dalam buku-buku yang membahas periodisasi
keris, dapat diketahui bahwa pada tahun 125 Masehi telah diciptakan keris.
Pencipta keris tersebut bernama mPu Ramadi atau disebut juga mPu Ramahadi. Ada
3 bilah keris ciptaannya, masing-masing diberi nama Sang Larngatap, Sang
Pasopati, dan Sang Cundrikarum. Periodisasi keris di Indonesia dibagi menjadi
beberapa zaman yaitu :
1.
Zaman kuno (125 M – 1125 M)
2.
Madya kuno ( 1126 M – 1250 M)
3.
Sepuh tengahan (1251 M – 1459 M)
4.
Tengahan (1460 M – 1613 M)
5.
Nom (1614 M – 1945 )
6.
Kamardikan (1945 – sekarang)
Dalam buku mata pelajaran Seni Budaya yang diajarkan di
SD, SMP, maupun SMA, materi khusus yang membahas keris belum pernah disinggung
secara khusus. Dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, banyak peristiwa
penting yang melibatkan keris. Sebagai contoh kisah legenda
Ajisaka, kisah mPu Gandring dan Ken Arok yang tertulis di kitab Pararaton,
kisah peperangan Pangeran Diponegoro, sampai kisah perang
puputan (penghabisan) di Bali yaitu Puputan Klungkung
yang merupakan perang penghabisan antara Kerajaan Klungkung melawan Belanda
pada 28 April 1908. Selain itu keris seringkali menjadi cinderamata yang diberikan presiden untuk pemimpin-pemimpin
negara lain, seperti keris yang diberikan presiden RI pertama Ir. Soekarno
kepada presiden Kuba Fidel Castro saat kunjungannya ke Kuba pada tanggal 9-14 Mei 1960. Begitu juga cinderamata yang diberikan mantan
presiden RI ke-2 Soeharto kepada Raja Arab Saudi Faisal bin Abdulaziz Al Saud
dalam kunjungannya terakhir pada tahun 1970 juga berupa keris. Pemberian
cinderamata yang berupa keris itu merupakan salah satu wujud sikap nasionalis
dan rasa cinta tanah air yang dimiliki oleh para pemimpin bangsa ini.
Namun pengetahuan tentang keris sendiri belum
pernah diajarkan di sekolah-sekolah. Sehingga terjadi kekeliruan dalam memahami
keris terutama kepada para generasi milenial.
Tidak dipungkiri, banyak yang menganggap keris identik dengan klenik atau dunia
mistis. Hal ini terjadi karena terputusnya informasi yang benar tentang keris di
masyarakat. Informasi-informasi yang tidak benar tersebut justru menjauhkan
nilai-nilai luhur yang ada pada keris.
Secara umum pengetahuan tentang keris yang bisa diajarkan
di sekolah-sekolah meliputi:
1.
Tangguh yaitu pengetahuan untuk memperkirakan zaman pembuatan keris, dengan cara meneliti ciri khas atau
gaya pada rancang bangun keris, jenis besi dan pamornya. Secara
harfiah, tangguh berarti perkiraan
atau taksiran. Dalam dunia perkerisan maksudnya adalah perkiraan zaman
pembuatan bilah keris, perkiraan tempat pembuatan, atau gaya pembuatannya. Karena
hanya merupakan perkiraan, menangguh
keris bisa saja salah atau keliru. Bambang Harsrinuksmo
dalam Ensiklopedi Keris (Gramedia, Jakarta 2002) membagi periodisasi keris menjadi
22 tangguh, yaitu: 1) Tangguh Segaluh, 2) Tangguh Pajajaran, 3) Tangguh
Kahuripan, 4) Tangguh Jenggala, 5) Tangguh Singasari, 6) Tangguh Majapahit, 7) Tangguh
Madura, 8) Tangguh Blambangan, 9) Tangguh Sedayu, 10) Tangguh Tuban, 11) Tangguh
Sendang, 12) Tangguh Pengging, 13) Tangguh Demak, 14) Tangguh Panjang, 15) Tangguh
Madiun, 16) Tangguh Koripan, 17) Tangguh Mataram Senopaten, 18) Mataram Sultan
Agung, 19) Mataram Amangkuratan, 20) Tangguh Cirebon, 21) Tangguh Surakarta,
22) Tangguh Yogyakarta.
2.
Dapur yaitu suatu
istilah yang digunakan untuk menyebut nama bentuk atau tipe bilah keris.
Penamaan dapur keris ada patokannya dan pembakuannya. Serat Centini merupakan
salah satu sumber tertulis yang memuat dapur keris yang
pakem. memuat rincian jumlah dapur keris sebagai berikut: Keris lurus ada 40
macam dapur. Keris luk 3 (tiga) ada 11 macam. Keris luk 5 (lima) ada 12 macam.
Keris luk 7 (tujuh) ada 8 macam. Keris luk 9 (sembilan) ada 13 macam. Keris luk
11 (sebelas) ada 10 macam. Keris luk 13 (tigabelas) ada 11 macam. Keris luk 15
(limabelas) ada 3 macam. Keris luk 17 (tujuhbelas) ada 2 macam. Keris luk 19
(sembilan belas) sampai luk 29 (dua puluh sembilan) masing-masing ada semacam.
Namun seiring perkembangan zaman, maka bentuk dapur keris juga berkembang, terutama keris yang dibuat pada era setelah kemerdekaan
Republik Indonesia (Tangguh Kamardikan).
3.
Pamor yaitu gambaran
tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik, atau belang-belang
yang tampak pada permukaan bilah keris. Dalam kamus Bahasa Sansekerta, pamor
memiliki arti wibawa. Sedangkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, pamor
memiliki arti: 1) baja putih yang ditempatkan pada bilah keris; 2) lukisan pada
bilah keris, yang dibuat dari baja putih; 3) ki seri; semarak (keindahan,
kemuliaan, dan sebagainya); perbawa. Bentuk-bentuk pamor memiliki makna
simbolis tertentu yang biasanya menjadi spirit bagi si pemilik keris. Bahan
pamor pada masa lalu umumnya terbuat dari batuan meteorit, namun pada saat ini
sangat langka dijumpai keris yang menggunakan bahan meteorit sebagai bahan
pamor. Umumnya bahan yang sering digunakan sebagai bahan pamor menggunakan
bahan alternatif pengganti meteorit, salah satunya ialah nikel.
4.
Ricikan yaitu istilah
untuk menyebut bagian-bagian detail atau komponen-komponen dari bilah keris
yang menjadi ciri khas suatu bentuk keris. Sebilah keris yang lengkap mempunyai
26 macam bagian atau ricikan dan masing-masing ricikan memiliki nama. Untuk
penamaan ricikan sifatnya baku dan sesuai dengan pakem. Nama-nama ricikan telah
dipakai turun-temurun sejak ratusan tahun lalu.
5.
Metalurgi yaitu ilmu tentang
pengerjaan logam secara kimiawi dan mekanis yang berkaitan dengan teknik
pembuatan keris. Sebuah keris tidak bisa diciptakan
dari satu jenis logam saja, namun harus dari campuran beberapa logam. Pada masa
lalu campuran logam tersebut berasal dari bebatuan yang berasal dari luar
angkasa atau sering disebut meteorit.
Masih sangat banyak
pengetahuan tentang keris yang seharusnya dimuat di buku pelajaran seni budaya secara
berkesinambungan dari tingkat SD, SMP, maupun SMA/K. Karena mempelajari keris
berarti akan mempelajari besi atau logam, kayu yang digunakan sebagai sarung
keris (warangka), tata cara pemakaian
maupun fungsi-fungsi keris dan lain sebagainya. Akan sangat
menarik jika siswa diajak mengamati secara langsung proses pembuatan keris di
tempat pembuatan keris yang disebut besalen.
Hal
tersebut semata-mata untuk memperkuat karakter rasa cinta tanah air atau sikap
nasionalis pada diri siswa. Sikap nasionalis bisa ditunjukkan melalui sikap apresiasi terhadap budaya bangsa sendiri serta menjaga kekayaan
budaya bangsa. Walaupun siswa yang merupakan generasi milenial adalah sasaran penyampaian
materi tentang keris di sekolah, namun bagi para guru yang belum memiliki pengetahuan tentang keris tentu saja harus dituntut untuk mampu
menyampaikan materi tersebut. Para guru bisa
mendapatkan pengetahuan tentang keris melalui
pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh komunitas guru yang diwadahi oleh MGMP
(Musyawarah Guru Mata Pelajaran) atau belajar secara mandiri melalui
komunitas-komunitas pelestari keris atau bahkan melalui media internet.
Gerakan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) telah digulirkan sejak tahun 2016 di sekolah-sekolah. Menurut
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), bapak Muhajir Effendy, Gerakan
Penguatan Pendidikan Karakter merupakan fondasi dan ruh utama pendidikan.
Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan implementasi dari
penguatan karakter yang merupakan salah satu program prioritas Presiden Joko
Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Nawa Cita.
Agar rasa cinta dan memiliki budaya bangsa terutama
pengetahuan tentang keris melekat pada
jiwa para generasi milenial maka
salah satu solusinya harus dimulai dari dunia pendidikan. Menurut wikipedia,
generasi milenial (juga dikenal sebagai
Generasi Y) adalah kelompok demografi setelah Generasi X (Gen-X). Tidak ada
batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan
awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an
hingga awal 2000-an sebagai akhir kelahiran. Keris lebih banyak dikenal oleh generasi
yang sudah lanjut atau masyarakat yang usianya sudah dewasa dan secara umum
keris kurang begitu populer dimiliki maupun dipelajari para generasi milenial. Pemahaman-pemahan tentang
keris yang kurang benar itu tentu saja harus diluruskan melalui kurikulum
pendidikan di Indonesia. Dengan begitu informasi
yang benar tentang keris tersampaikan dan tertanam pada diri generasi milenial secara berkesinambungan dan menjadikan mereka
tidak gagal paham tentang keris. Istilah gagal paham
begitu populer di media sosial baik itu facebook,
twitter, instagram, maupun yang lainnya pada sekitar tahun 2016. Gagal paham mengandung pengertian
keadaan dimana jika seseorang mengalami kurang mengerti atau kurang memahami
sebuah topik berita, pembicaraan atau informasi yang diperoleh (https://jennynotestoday.blogspot.com/2015/09/gagal-paham.html).
Peristiwa pelecehan budaya nusantara berkaitan dengan keris oleh Perdana
Akhmad Lakoni (PAL) pada 02 Oktober 2016
penyebabnya terjadi karena para pelaku gagal
paham tentang keris. Hal itu karena pemahamannya sepotong-sepotong dan
tidak secara menyeluruh memahami budaya tentang keris sehingga menuai
kontroversi dan kecaman. Untuk mencegah peristiwa itu terulang maka pengetahuan
tentang keris memang harus dimulai sejak dini, sebagaimana cabang-cabang seni
lainnya yang dijelaskan dalam kurikulum pendidikan melalui mata pelajaran seni
budaya. Dengan cara seperti itu tentunya ada harapan baru bagi perkembangan
ilmu pengetahuan tentang keris baik secara kebendaannya dan aspek-aspek lain
yang mengikutinya.
III. Kesimpulan
Sebagai bagian dari cabang seni rupa yang
memiliki kekayaan materi dan keunikan tersendiri, walaupun tingkat kedalaman
materi ajar tidak sama di setiap jenjang pendidikan sudah sepatutnya materi
tentang keris diajarkan secara formal melalui kurikulum pendidikan, baik
tingkat SD, SMP, maupun SMA/K.
Dengan disampaikannya materi tentang keris di
sekolah-sekolah, maka informasi yang benar tentang keris akan dimiliki oleh
para generasi milenial. Berbekal pemahaman yang benar tentang keris, maka
diharapkan karakter cinta budaya bangsa melekat dan mendarah daging pada
generasi milenial. Sehingga keris
sebagai warisan budaya asli Indonesia tetap lestari dan mengikuti perkembangan
zaman.
Daftar
Pustaka
Harsrinuksmo, Bambang. 2002. Ensiklopedia Keris. Jakarta: Gramedia.
Koesni. 1979. Pakem
Pengetahuan Tentang Keris. Semarang: CV Aneka Ilmu.
La Nyalla Academia. 2011. The power of iron: keris koleksi La Nyalla Mahmud Mattalitti.
Surabaya: La Nyalla Academia.